Untuk itu memang siapa pun harus memberikan ruang kepada sesama untuk tetap bisa berinteraksi secara langsung—meski bisa jadi sangat berat.
Tidak semua orang menemukan kenyamanan melalui interaksi secara daring. Oleh karena itu, cara-cara interksi konvensional tetap mesti dihadirkan untuk mengurangi perasaan keterasingan.
Komunitas tidak terkait dengan kuantitas. Sebab bisa jadi meskipun entitas keluarga dalam suatu kompleks perumahan itu banyak, mereka sebenarnya bukan komunitas.
Tetapi mereka adalah kumpulan keluarga yang karena tidak pernah atau kurang berinteraksi mereka tidak merasa memiliki irisan dan ikatan antartetangga.
Ini memang problem modernitas. Di mana kebebasan dan individualisasi menjadi basis yang kemudian membuat setiap orang di dalamnya merasa perlu dan tidak perlu untuk berhubungan dengan orang lain secara bebas.
Lalu bagaimana kita memberikan pemahaman agar tidak ada lagi kejadian serupa terulang di masa mendatang.
Maka di tengah arus individualisasi, konsumtivisme dan modernitas, tentu ini bukan pekerjaan yang mudah.
Namun bukan berarti tidak ada cara untuk bisa ditempuh untuk kembali mengembalikan harkat dan martabat yang disebut sebagai komunitas ini.
Pertama, tentu saja membangun saling empati melalui apa yang disebut oleh Habermas sebagai dialog intersubjektif melalui pertemuan-pertemuan berbasis kewargaan seperti rapat antarkeluarga, RT, arisan-arisan (keluarga atau RT), dan atau pertemuan lain yang sifatnya sosial kemasyarakat dan berdimensi geografi-ketetanggaan harus kembali dihidupkan.
Kedua, membangun nilai kebersamaan dengan memberikan pemahaman dan penyadaran bahwa tetangga harus lebih dulu menjadi tumpuan interaksi ketimbang saudara yang tinggalnya jauh.
Sebab itu, memosisikan tetangga terdekat sebagai keluarga, akan menghasilkan keeratan sosial dan akhirnya berdampak kepada hidupnya kembali komunitas.
Untuk itu maka bertetangga menjadi harus lebih memberikan makna ketimbang keluarga yang mungkin tidak tinggal di dekatnya.
Maka wajar jika Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa sebagian dari cermin seseorang yang memiliki dan memaknai serta menghayati keimanannya adalah menghormati tetangga atau mengutamakan tetangganya.
Ini bisa menjadi landasan untuk kita semua bahwa bertetangga sangat penting, terutama untuk membangun dan mengikatkan diri pada komunitas.
Jika ini bisa dilakukan, maka tidak mustahil kita bisa kembali menemukan indahnya komunitas dalam kehidupan kita.
Ketika keindahan itu muncul maka dengan sendirinya kita akan menyongsong kembali peradaban berbasis manusia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.