Rumahnya dengan halaman luas akan dijual karena tidak ada yang mengurus. Para suster membeli sebagian halaman Nyonya Meiland untuk Kapel Santa Maria.
Pada akhir Oktober 1888, seorang tetangga dekat sekolah juga menawarkan rumahnya kepada komunitas Ursulin. Tawaran diterima. Lalu, tahun 1896 seorang tetangga menawarkan rumahnya karena akan kembali ke Eropa.
Setelah rumah dan tanah dibeli, luas kompleks Biara Ursulin dan Sekolah Santa Maria pun membentang dari Jalan Noordwijk sampai Jalan Batoe Toelis.
Baca juga: Paroki Santa Maria Tak Bercela Memaafkan Pelaku Pengeboman
”Setelah lahan terpotong oleh pelebaran jalan, luas lahan saat ini sekitar 2 hektar,” jelas Suster Lucia, pengelola Museum Santa Maria kepada Kompas.
Tahun 1859, Suster Andre van Gemert OSU membeli satu hotel dengan halaman luas, tepat disamping biara, milik Nyonya Godefroid seharga 35.000 gulden.
Hotel itu kemudian dijadikan biara, asrama, dan sekolah putri yang kini dikenal sebagai SMA Santa Ursula di Jalan Pos (dulu Postweg) Nomor 2.
Biara di Juanda 29 kemudian mendapat nama biara besar (Groot Klooster), sedangkan biara di Jalan Pos 2 disebut sebagai biara kecil (Klein Klooster).
Kehadiran dua sekolah milik para suster Ursulin di Batavia itu, di kemudian hari memicu percepatan dan perluasan pendidikan bagi kaum perempuan di Tanah Air pada awal abad ke-19.
Santa Maria sendiri saat ini menampung 1.668 murid yang terdiri dari siswa-siswi TK-SD, siswi SMP, dan siswi SMK.
Baca juga: Natal, Bukan Hari Raya Keagamaan Semata...
"Jurusan SMK Santa Maria paling populer saat ini jurusan tata boga, mungkin karena sekarang lagi ngetren industri kuliner, ya?” ucap Suster Lucia.
Ia menambahkan, sejak kemerdekaan, Sekolah Santa Maria menerima siswa TK dan SD.
"Tetapi untuk SMP dan SMK, kami tetap membatasi sebagai sekolah perempuan,” ujar Suster Lucia.
Tahun 1923, seperti tergambar dalam buku Ursulin, Pendidik Perempuan Pertama di Indonesia, 1856-2016 (Penerbit: Panitia 160 Tahun Biara-Sekolah Santa Maria, Jakarta 2016), kapel dibongkar dan diperluas.
Interiornya pun dibuat jauh lebih sederhana. Meski demikian, kaca-kaca patri jendela, terutama di atas altar, dipertahankan.
Keindahan bangunan pun tak berkurang karena restorasi bangunan dikerjakan biro arsitek ternama, Hulswit Fermont. Ed Cuypers. Kapel selesai dalam waktu 10 bulan.
Namun, buat Suster Lucia, terdapat da hal yang lebih indah dari arsitektur kapel itu, yakni bunyi suara orgel pipa gereja.
”Sekian tahun lalu saya masih mendengar suara orgel pipa tersebut mengiringi koor biarawati di sini,” katanya, awal Juli lalu. Orgel pipa itu didatangkan dari Belanda, Agustus 1924. Orgel dimainkan pertama kali oleh Suster Madeleine de Fulfence.
(Penulis: Windoro Adi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.