JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi koboi jalanan berulang kali terjadi di wilayah Ibu Kota. Terbaru, pengendara Pajero berpelat nomor B 1690 QH menodongkan pisau kepada R (33) di Jalan Boulevard, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Insiden itu terjadi pada Minggu (25/12/2022) malam.
Sebelumnya, pada Kamis (8/12/2022), seorang pengendara mobil berinisial DP juga diduga mengancam CE (27) menggunakan senjata api. Belakangan, polisi menyebut alat yang digunakan untuk mengancam CE yakni alat cukur, bukan senjata api.
Pada 18 September 2022, seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga menodongkan pistol saat laju mobil berpelat dinas yang dikemudikannya terhalang di Jalan Tol Jagorawi, Cipayung, Jakarta Timur, arah Jakarta.
Baca juga: Deretan Kasus Pengemudi Pajero Bak Jagoan ke Pengendara Lain
Berkait maraknya aksi koboi-koboian di jalan, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) AB Widyanta mengatakan, jalanan menjadi arena spektakel, yaitu ajang kompetisi untuk menunjukkan kehebatan, kekuasaan, dan kekuatan.
"Ini menunjukkan bahwa jalanan seperti arena pertarungan kuasa antarorang-orang yang kemudian merasa itu adalah jalannya sendiri, merasa itu adalah akses yang layak untuk dia dapatkan tanpa perlu memedulikan orang lain," ujar Abe, sapaan AB Widyanta, saat dihubungi, Selasa (27/12/2022).
Penodongan di jalan, lanjut dia, merupakan realitas sosiologis yang perlu dipahami secara lebih kompleks.
Abe menuturkan, kekerasan di jalan adalah wujud arogansi dari individu tertentu yang merasa memiliki kekuatan dan hak lebih dibandingkan yang lain.
"Ini sebetulnya penanda bahwa kita semakin pudar di dalam kota metropolitan itu. Etika hidup bersama semakin luntur, semakin mengalami kemerosotan yang terlihat makin sering kasus-kasus seperti ini," tutur Abe.
Abe berpendapat, munculnya perilaku koboi di jalanan Ibu Kota bukan hanya karena faktor emosional dan arogansi.
Baca juga: Amuk Pengemudi Pajero, Todongkan Pisau dan Serempet Mobil di Kelapa Gading
Ada persoalan mendasar yang belum kunjung selesai hingga hari ini, yakni ketersediaan transportasi publik yang merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Kendaraan pribadi yang melimpah membuat penggunaan jalan makin terbatas.
"Ada yang perlu lebih sangat serius dipikirkan oleh pemerintah, sampai kapan kah negara ini memfasilitasi kendaraan-kendaraan pribadi tanpa pernah berpikir holistik, bahwa kita membutuhkan transportasi publik yang lebih bersifat tidak pribadi, tetapi yang massal," kata Abe.
Dalam konteks masyarakat di dunia ketiga dengan jumlah penduduk yang banyak, transportasi publik menjadi sebuah kebutuhan mutlak.
Sebab, jalanan tidak bisa berkembang lagi karena permukiman sudah sangat padat.
Baca juga: Ditodong Pisau oleh Pengemudi Pajero di Kelapa Gading, Korban: Anak Saya Ketakutan
Abe sendiri mengaku tak ingin spekulatif terkait kasus penodongan pisau yang diduga dilakukan oleh pejabat publik.
Namun, apabila benar, Abe berpandangan, pelaku merupakan model pejabat yang tidak memiliki etika publik.
"Kalau dia berjalan, mestinya tidak baperan karena dia harus berbagi jalan dengan warga masyarakatnya," jelas Abe.
"Ini sebuah kesadaran bersama baik pejabat maupun bukan pejabat, warga negara biasa, bahwa semua memiliki hak atas akses jalan itu," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.