Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kudu Insight
Riset dan analisis

Kudu Insight merupakan kolaborasi Kompas.com dan Kudu, periset dan pengolah data. Kudu Insight menyajikan kajian, analisis, dan visualisasi olah data digital atas fenomena dan peristiwa yang mencuat di publik dan ranah digital.

9 Klaster Kemacetan di Jakarta dan Cara Menghindarinya Pakai Data

Kompas.com - 30/12/2022, 09:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Nurvirta Monarizqa, Ingki Rinaldi, Palupi Annisa Auliani

BERANGKAT kerja pada pagi hari dan sebaliknya pulang kerja pada sore hari, keduanya sama-sama menjadi persoalan besar bagi warga yang tinggal dan atau beraktivitas di Jakarta dan sekitarnya. Ini menjadi lebih-lebih lagi bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi.

Akankah kemacetan tetap harus menjadi rutinitas yang dijalani setiap berangkat kerja dan pulang kerja? Selain berangkat lebih awal dan pulang lebih lambat, adakah alternatif solusi lain?

Kemacetan tak cuma soal jalanan

Kemacetan berikut segala dampak ikutannya adalah keniscayaan di waktu-waktu tersebut. Waktu tempuh di jalan menjadi teramat panjang. Pembengkakan konsumsi bahan bakar terjadi. Produktivitas pun turun. Belum lagi, risiko gangguan psikologis dari kondisi rutin itu.

Riset yang dilakukan Syaukat dkk (2014) menunjukkan, kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, khusunya di Jalan Jenderal Sudirman, menimbulkan kerugian ekonomi Rp 19,72 triliun per tahun.

Di dalan penelitian berjudul Valuasi Ekonomi Dampak Kemacetan Lalu Lintas di DKI Jakarta yang diterbitkan Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah itu, Syaukat dkk menemukan bahwa kerugian akibat kemacetan itu disumbangkan oleh inefisiensi bahan bakar minyak, penurunan produktivitas pekerja, peningkatan biaya kesehatan, dan kerugian akibat tekanan psikologis.

Khusus mengenai kerugian akibat tekanan psikologis, sekalipun menduduki penyebab paling buncit, bukan berarti efeknya bisa disepelekan. Laporan Kompas.com dengan judul Ngeri, Efek Psikologis Negatif Akibat Kemacetan yang dilansir pada 14 September 2015 menggambarkan hal tersebut.

Waktu tempuh berkendara yang mestinya hanya sekitar 20 menit, seturut jarak yang relatif dekat, terkadang mesti dijalani hingga sekitar dua jam. Akibatnya, tak jarang terjadi saling meneriaki dan memaki bahkan berkelahi di jalan.

Orang-orang terdekat yang berhubungan dengan mereka yang terdampak secara psikologis tersebut juga rentan turut menanggung akibatnya.

Kemacetan panjang di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020). Lembaga Pemantau Kemacetan Lalu Lintas TomTom memastikan Jakarta ada di posisi ke-10 kota termacet di dunia pada 2019 dengan indeks kemacetan 10 persen.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Kemacetan panjang di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2020). Lembaga Pemantau Kemacetan Lalu Lintas TomTom memastikan Jakarta ada di posisi ke-10 kota termacet di dunia pada 2019 dengan indeks kemacetan 10 persen.

 

Karena itulah, strategi untuk mengurangi waktu tempuh dalam perjalanan sangat dibutuhkan. Praktiknya bisa dilakukan dengan berangkat lebih pagi atau sekalian lebih siang guna menghindari jam sibuk (rush hour). Sebaliknya, pulang ke rumah bisa dilakukan lebih awal pula atau lagi-lagi sekalian lebih telat dari jam pulang kantor yang ditetapkan.

Akan tetapi, tentu saja tidak semua lokasi tinggal di kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya memiliki kondisi lalu lintas yang sama. Jam sibuk di ruas jalan tertentu pun berbeda-beda.

Diperlukan pengetahuan (knowledge) yang relatif mendalam mengenai informasi-informasi tersebut, agar diperoleh wawasan (insight) baru yang bisa diterapkan dalam pengambilan keputusan terkait jam berangkan dan pulang kerja.

Keputusan terbaik yang diambil pun bakal berdasarkan kearifan (wisdom) untuk menghindari pemborosan bahan bakar minyak, penurunan produktivitas pekerja, peningkatan biaya kesehatan, dan kerugian akibat tekanan psikologis.

Menghindari kemacetan pakai data

Untuk mengetahui hal tersebut, Kudu mengumpulkan data dan informasi guna diproses menjadi pengetahuan. Di dalam konteks ini, data diperoleh dengan mengambil waktu tempuh dari seluruh koordinat tengah (centroid) kelurahan di wilayah Jabodetabek ke kawasan Senayan.

Pemilihan kawasan Senayan sebagai tujuan karena lokasi ini merupakan titik nol peta jalan Jakarta sekaligus diasumsikan berdekatan dengan sejumlah lokasi kerja, Gedung DPR, serta relatif dekat dengan kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Gatot Subroto yang merupakan sentra bisnis Ibu Kota.

Selain itu, Senayan juga dipilih karena di lokasi itulah tempat didirikannya sejumlah bangunan bersejarah seperti Stadion Gelora Bung Karno dan Gedung TVRI yang terkait dengan penyelenggaraan Asian Games IV/1962. Pembangunan untuk hajatan ini tercatat pula dalam sejarah sebagai peristiwa penggusuran pertama di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Pelanggan Minimarket: Ada atau Enggak Ada Jukir, Tak Bisa Jamin Kendaraan Aman

Megapolitan
4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

4 Bocah Laki-laki di Cengkareng Dilecehkan Seorang Pria di Area Masjid

Megapolitan
KPU DKI Bakal 'Jemput Bola' untuk Tutupi Kekurangan Anggota PPS di Pilkada 2024

KPU DKI Bakal "Jemput Bola" untuk Tutupi Kekurangan Anggota PPS di Pilkada 2024

Megapolitan
Sudirman Said Bakal Maju Jadi Cagub Independen Pilkada DKI, Berpasangan dengan Abdullah Mansuri

Sudirman Said Bakal Maju Jadi Cagub Independen Pilkada DKI, Berpasangan dengan Abdullah Mansuri

Megapolitan
Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Sempat Masuk ke Rumah Korban

Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Sempat Masuk ke Rumah Korban

Megapolitan
Kondisi Terkini TKP Pengendara Motor Tewas Ditabrak Angkot, Lalu Lintas Berjalan Normal

Kondisi Terkini TKP Pengendara Motor Tewas Ditabrak Angkot, Lalu Lintas Berjalan Normal

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Terima Konsultasi 3 Bacagub Jalur Independen, Siapa Saja?

KPU DKI Jakarta Terima Konsultasi 3 Bacagub Jalur Independen, Siapa Saja?

Megapolitan
Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com