Kemenkeu tidak sebutkan PSO hanya untuk masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis namun hanya sebutkan masyarakat umum yang membutuhkan. Dalam konteks transportasi umum, PSO dibutuhkan masyarakat yang menggunakan fasilitas umum, sehingga orang kaya pun rela meninggalkan kendaraan pribadinya untuk menggunakan angkutan umum massal perlu dihargai oleh pemerintah, tidak perlu lagi membayar pajak transportasi.
Bila banyak orang menggunakan angkutan umum massal, maka volume kendaraan berkurang. Tentunya bagi masyarakat yang telah mambayar pajak mempunyai hak yang sama dalam manggunakan fasilitas umum, termasuk transportasi umum.
Pengenaan PSO pada tarif angkutan massal KRL adalah salah satu konsep TDM (transport demand management), sehingga kalau tarif KRL murah maka segala lapisan masyarakat tertarik menggunakan KRL. Semakin banyak shifting ke angkutan umum massal (KRL), maka mode share angkutan umum menjadi lebih baik dan TDM berhasil. Bagaimana bila tarif KRL lebih mahal, tentunya program TDM dapat gagal.
Jika tarif KRL akan disesuaikan, silakan saja karena UMP Jabodetabek tiap tahun pasti naik, sedang tarif KRL sejak 2016 belum pernah naik. Sementara ada inflasi selama enam tahun terakhir. Maka, memang masuk akal bila dinaikan.
Tarif dapat disesuaikan dengan rencana terdahulu, yakni tapping awal naik Rp 2.000 menjadi Rp 5.000 hingga 25 km pertama dan selanjutnya 10 km berikutnya tiada kenaikan tarif. Bila ada skenario lain, mungkin bagi lansia, anak-anak sekolah dan disabel mau digratiskan naik KRL malah lebih baik karena malah lebih mudah pendataannya, jadi akan lebih adil.
Sesuai Policy Research Working Paper 4440 WorldBank (WB), belanja transportasi yang tepat bagi masyarakat adalah maksimal 10 persen dari upah bulanannya. Kajian WB tersebut berdasarkan riset dari negara-negara di Amerika Latin dan negara di Kepulauan Karibia 2007, sehingga dari kondisi sosial-ekonomi hampir sama dengan kondisi di Indonesia.
Bila pengeluaran transportasi masyarakat kita hanya 10 persen dari gajinya setiap bulan, maka sejahteralah kehidupan keluarganya. Tugas semua stakeholder, termasuk pemerintah harus mampu menekan tarif WTP KRL dan biaya first mile dan last mile, sehingga masyarakat dapat belanja transportasi maksimal 10 persen dari total upahnya.
Pembedaan atau parsialisasi tarif KRL untuk yang kaya dan tidak mampu akan menjadi distorsi atau kecemburuan sosial karena pembedaan tarif terjadi dalam satu kelas pelayanan KRL. Bisa terjadi kecemburuan sosial dalam perjalanan KRL.
Bagi penumpang yang “berdasi” mungkin akan memandang rendah penumpang yang disubsidi. Penumpang yang tidak disubsidi akan meminta prioritas pelayanan karena membayar tarif lebih mahal, minta didahulukan, minta tempat duduk karena merasa menyubsidi yang tidak mampu, dan seterusnya.
Mungkin adil bila perbedaan tarif dibedakan menurut kelas KRL seperti dulu terdapat tiga kelas, yakni Kelas 1 (ekspress) di stasiun tertentu berhenti tanpa skema PSO, kelas II (AC ekonomi) setiap stasiun berhenti dengan skema PSO dan kelas III (non AC ekonomi) setiap stasiun berhenti dengan skema PSO. Namun saat ini tidak ada lagi KRL non AC jadi untuk kelas III KRL tidak mungkin ada lagi.
Kita tidak perlu benchmarking ke luar negeri, kita cukup melihat Bus Trans Jateng yang membedakan tarif umum dengan tarif pelajar/mahasiswa dan buruh, sedangkan Bus Trans Semarang membedakan tarif umum dengan pelajar/mahasiswa dan lansia. Sekedar contoh untuk Bus Trans Semarang tarif lansia adalah Rp 1.000, sementara tarif umum Rp 3.500.
Bila KRL Jabodetabek ingin parsialisasi tarif seperti Bus Trans Semarang/Jateng tentunya akan lebih baik karena subsidi lebih tepat sasaran.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.