Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Wacana Tarif KRL Lebih Mahal bagi Orang Kaya, Warga: Langgar Prinsip Kesetaraan

Kompas.com - 02/01/2023, 11:45 WIB
Nabilla Ramadhian,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana membedakan tarif kereta rel listrik (KRL) bagi warga mampu dan tidak mampu.

Kebijakan ini menuai kritik dari masyarakat lantaran dinilai diskriminatif, terutama terkait pengggunaan kartu khusus.

"Nanti yang naik KRL jadi ada strata sosial. Yang kartunya warna emas itu orang kaya, misalnya," kata seorang pengguna KRL bernama Fida (25) kepada Kompas.com, Senin (2/1/2023).

Baca juga: Tarif KRL Orang Kaya Bisa Tembus Rp 15.000, Warga: Mending buat Beli Bensin

Ia juga mempertanyakan cara pemerintah membedakan "si kaya" dan "si miskin" di kalangan pengguna KRL.

Menurut Fida, rencana kebijakan ini masih rancu, terutama pembedaan orang yang mampu dan tidak mampu.

"Masih rancu 'si kaya' ini sebatas mana. Kayak pendapatannya yang lebih dari Rp 7 juta atau gimana?" tutur Fida.

Menurut dia, orang-orang bergaji Rp 6 juta sampai belasan juta rupiah pun dapat memprotes kebijakan tersebut.

Sebab, biaya yang harus dikeluarkan untuk pergi-pulang (PP) akan jauh lebih mahal dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi.

"Kalau orang yang gajinya Rp 15 juta per bulan juga pasti bakal protes sih kalau dia setiap harinya naik KRL. Misal Rp 20.000 PP setiap hari, ujung-ujungnya pasti mending beli kendaraan dan bikin macet Jakarta," kata Fida.

Baca juga: Tak Sepakat Penyesuaian Tarif KRL bagi Orang Kaya, Walhi: Lebih Baik Cabut Subsidi Kendaraan Listrik, Justru Bikin Macet

Dharma (20) juga mengatakan hal yang serupa. Dharma menyarankan tarif tidak dibedakan bagi pengguna KRL yang dianggap mampu dan tidak mampu.

"Kenapa harus dibedain? Kasihan yang kurang mampu jadi merasa terlalu direndahin karena tarifnya enggak dinaikin, tapi kalau dinaikin juga kasihan," Dharma berujar.

Pengguna KRL yang turut menolak rencana tersebut adalah Nico (27). Menurut Nico, membedakan tarif KRL bagi yang mampu dan tidak mampu tidak perlu dilakukan.

"Enggak perlu, langgar prinsip kesetaraan. Kenapa hal yang sudah efektif dibuat polemik sih?" kata Nico.

Nico pun meminta pihak yang berwenang, termasuk KAI Commuter, untuk menjelaskan maksud dari rencana tersebut.

Berat di ongkos

Sebagai informasi, tarif asli KRL sekitar Rp 10.000-Rp 15.000 untuk sekali perjalanan.

Namun, pemerintah pusat mengalokasikan subsidi pada kebijakan tarif yang sudah berlaku sekitar 5 tahun terakhir itu.

Walhasil, pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama, dan Rp 1.000 untuk setiap 10 km berikutnya.

Menurut Fida, jika subsidi dicabut, warga justru enggan menggunakan KRL.

"Kalau misalnya nanti jadi Rp 10.000-Rp 15.000 per perjalanan, ya mending dibuat beli bensin kali," ujar Fida.

Sebab, imbuh Fida, biaya yang akan dikeluarkan untuk perjalanan pergi-pulang (PP) bisa mencapai kisaran Rp 20.000-Rp 30.000.

Baca juga: Soal Penyesuaian Tarif KRL bagi Orang Kaya, Walhi: Bisa Dorong Kenaikan Beban Polusi Udara Jakarta

Tarif KRL menjadi kisaran Rp 10.000-Rp 15.000 dapat membuat pengguna moda transportasi itu menjadi lebih boros.

Menurut Fida, nominal tersebut lumayan besar untuk sekali perjalanan serta dapat mengurangi jumlah pengguna KRL.

Sementara itu, menurut Dharma, rencana pembedaan tarif KRL perlu dipertimbangkan lantaran akan memperbanyak pengeluaran pengguna KRL.

"Misalnya jadi Rp 10.000-Rp 15.000, itu juga lumayan walau buat yang mampu. Soalnya uang enggak cuma buat keperluan naik KRL, ada kebutuhan lainnya," jelas Dharma.

Rencana perbedaan tarif KRL

Pemerintah pusat melalui Kemenhub berencana menerapkan subsidi silang dalam tarif KRL Jabodetabek.

Wacana dituturkan oleh Menhub Budi Karya Sumadi dalam sebuah konferensi pers, Selasa (27/12/2022).

Budi mengatakan, tarif KRL akan disesuaikan supaya subsidi lebih tepat sasaran.

”Dalam diskusi kemarin dengan Pak Presiden, kami akan pilah-pilah. Mereka yang berhaklah yang mendapatkan subsidi. Jadi, mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar, dengan membuat kartu,” kata Budi.

Baca juga: Butuh Solusi Bijak, Wacana Pembedaan Tarif KRL Sesuai Kemampuan Bisa Picu Polemik

Dengan begitu, kata Budi, masyarakat yang memiliki kemampuan finansial lebih baik akan membayar lebih besar dari tarif normal KRL.

Menurut Budi, langkah ini bisa membuat subsidi lebih tepat sasaran.

"Jadi mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar dengan membuat kartu mereka yang bisa membayar karena kalau itu berhasil subsidi itu bisa kami berikan kepada sektor yang lain," ucap dia.

Terkait kenaikan tarif KRL pada 2023, Budi memastikan bahwa hal tersebut tidak terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aksi Gila Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Aksi Gila Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Megapolitan
Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Megapolitan
Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com