JAKARTA, KOMPAS.com - Belakangan jagat maya dihebohkan dengan keberadaan rumah mewah yang dibiarkan terbengkalai di di Kompleks PLN di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Jagat maya dibuat geger karena rumah yang sudah tidak dialiri listrik dan air bersih, serta sempat dikelilingi semak belukar, tersebut masih dihuni pemiliknya.
Dua orang penghuninya adalah pasangan ibu dan anak yakni Eny Sukaesi (58) serta Pulung Mustika Abima (23) atau yang akrab dipanggil Tiko.
Baca juga: Lurah Jatinegara: Ibu Eny Itu Dulu Orang Sukses...
Selama 12 tahun terakhir, Tiko mesti merawat ibunya yang mengalami depresi. Eny mengalami depresi sejak ditinggal oleh suaminya, yang merupakan ayah kandung Tiko, pada 2010.
Artinya sejak usia 11 tahun Tiko sudah berjuang untuk merawat ibunya yang depresi seorang diri.
Mengutip cerita yang disampakan Tiko pada kanal Youtube Ale Coward, Ayah dari Tiko mulai pergi meninggalkan mereka berdua sejak Tiko masih duduk di bangku kelas 6 SD.
Sang ayah yang pergi meninggalkan ibunya usai keduanya bercerai, membuat sikap ibunya perlahan mulai berubah dan lebih sering marah-marah sendiri.
"Tepatnya (ibu mulai depresi) kurang tahu, yang jelas sejak ditinggal papa sekitar 2010 atau 2011," kata Tiko.
Baca juga: Selama Tinggal di Rumah Mewah Terbengkalai, Eny dan Tiko Hanya Minta Tolong ke Tetangga Tertentu
Tak lama setelah ayahnya pergi, aliran listrik dan air bersih di kediaman Eny dan Tiko dicabut.
Semenjak tidak ada aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), mereka berdua menggunakan lilin untuk penerangan di dalam rumah.
Sementara itu, kebutuhan air bersih untuk mandi, kakus, dan memasak, mereka dapatkan dari menadah air hujan serta meminta dari tetangga sekitar.
Menurut Tiko, dua bulan awal sejak ditinggal sang ayah, Eny masih bisa beraktivitas seperti biasa.
Sang ayah yang tak lagi memberi nafkah pun membuat ibunya mencari uang dengan berjualan makanan.
Namun, hal itu tak berlangsung lama karena kesehatan mental Eny kian menurun. Tiko yang saat itu masih duduk di bangku SMP terpaksa putus sekolah.
Baca juga: Sosok Tiko di Mata Gurunya Saat Bersekolah, Pintar dan Pendiam
Lurah Jatinegara Slamet Sihabudin menceritakan bagaimana Tiko selama ini bertahan hidup bersama seorang ibu bernama Eny di rumah tersebut.
Untuk bertahan hidup, barang-barang di rumah Eny dan Tiko dijual untuk biaya kebutuhan sehari-hari. "Oleh Tiko, dijual seizin dan disuruh ibunya," ujar Slamet.
Menurut Slamet, keluarga Eny sebelumnya termasuk dalam golongan ekonomi mampu sehingga perabotan di dalam rumah tersebut kebanyakan bermerek.
Selama tinggal di sana, Eny diketahui selalu menolak bantuan dari warga sekitar lingkungannya.
"Tetapi, namanya tingggal di lingkungan ini, supaya bantuan bisa sampai ke Ibu Eny bagaimana, yaitu si Tiko kan diberdayakan sebagai petugas keamanan lingkungan," tutur Slamet.
Terhitung, Tiko sudah empat tahun bekerja sebagai satpam di komplek rumahnya.
Dibantu pihak RT dan tetangganya, Tiko mengaku pernah beberapa kali membawa ibunya berobat. Kendati begitu, tak mudah membawa sang ibu keluar dari rumah mewah itu.
Akhirnya, Tiko memilih untuk merawat sang ibu seorang diri di dalam rumah dua lantai dengan luas bangunan lebih dari 150 meter persegi tersebut.
Selain sulit membawa Eny berobat, menurut pengakuan Slamet, warga setempat juga mendapat penolakan saat ingin memberi bantuan finansial untuk menyambung hidup.
Baca juga: Sejak Kecil Urus Ibunya yang Depresi, Tiko Sempat Menolak Saat Eny Dibawa ke RSJ
"Dia selalu bilang masih punya tabungan. Jadi bantuan-bantuan yang dari tetangga itu seolah enggak perlu," jelas Slamet.
Bahkan, Slamet dan Ketua RT 006 RW 002 Kelurahan Jatinegara, Noves Haristedja, sempat ditolak ketika ingin melakukan pendataan agar Eny dan Tiko mendapat bantuan.
Bantuan dalam bentuk pembersihan rumah pun ditolak oleh Eny. Walhasil, hingga sebelum Eny dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Duren Sawit, kondisi rumah Eny dan Tiko tampak tak terurus seperti terbengkalai.
"Walau mau bantu untuk bersihin rumah enggak dibolehin. Itu masalahnya. Tiko mau bersihin harus izin, tapi tetap enggak dibolehin," kata Slamet.
(Penulis: Tria Sutrisna, Diva Lufiana Putri | Editor: Jessi Carina, Rendika Ferri Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.