“Eh tahu-tahu dia sewa pengacara buat menekan kami. Nah di situ aku mulai enggak terima. Karena dia sudah pakai pengacara, ya sudah aku cari juga dan aku masukkin (kasus ini) ke ranah hukum April atau Mei 2022,” ujar Shafinaz.
“Kasusnya sebenarnya sudah dari Desember 2021, tapi kita tunda lapor karena awalnya mengusahakan kekeluargaan. Tapi kami dibohongi dengan (SAP) sok bilang itu omnya, padahal itu pengacara,” sambung dia.
Kasus pun sudah mulai memasuki ranah hukum dari April atau Mei 2022 hingga saat ini. Seluruh bukti termasuk rekening koran sudah diserahkan kepada polisi.
Perwakilan dari 30 korban juga sudah memberi kejelasan, serta keterangan modus investasi bodong yang berbeda-beda.
Setelah kasus memasuki ranah polisi, sempat ada mediasi lagi yang dilakukan. Jajaran polisi menjadi saksi mediasi ini.
“Polisi udah minta keterangan sama pelaku, tapi enggak ditahan. Jadi dari April-Desember 2022 masih bisa syuting si artisnya. Masih bisa ini dan itu. Kan sakit hati banget aku. Makin ke sini aku ngerasa kayak, kok polisi melempem?” imbuhnya.
Shafinaz mengatakan bahwa seorang penyidik sempat bilang bahwa kasus akan selesai pada Desember 2022.
Menurut keterangan penyidik, kesalahan SAP sudah sangat jelas. Meski demikian, dokumen pihak Shafinaz dan korban lainnya selalu tertahan.
“Katanya surat kita ditahan-tahan terus sama Kasat atau Kanit atau apa gitu. Aku kayak bingung, kenapa? Alasannya ditahan apa? Kurang bukti apa? Semua bukti udah jelas terlampir. Rekening koran juga udah ada. Apa lagi?” tegas dia.
Sebelumnya, seorang penyidik mengatakan, kasus akan selesai pada Desember 2022. Namun, memasuki Januari 2023, pihak korban justru mendapatkan surat konfrontir untuk kembali melakukan mediasi pada Rabu (11/1/2023).
Menilik mediasi atau konfrontir yang sebelumnya dilakukan di kantor polisi, Shafinaz mengungkapkan bahwa kegiatan itu tidak menghasilkan apa pun bagi para korban.
Shafinaz menginginkan keadilan bagi para korban SAP yang tertipu investasi bodong.
“Kalau dia cuma mau balikin 10 persen, tapi enggak ada tanda tangan di atas kertas misalnya sekiannya lagi mau dikembalikan kapan, itu bisa jadi perdata. Kita enggak mau. Lebih baik ini tetap pidana,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihak korban tidak ingin hanya mendapatkan pengembalian 10 persen dari kerugian yang masing-masing dari mereka alami.
Mereka ingin pengembalian sesuai dengan keinginan mereka, yakni minimal 80 persen atau paling tidak 70 persen.
“Kalau enggak, ya dia masuk penjara aja. Kita enggak minta uangnya enggak apa-apa, yang penting dia masuk penjara. Itu yang lagi mau didesak ke polisi. Enggak usah bertele-tele. Jadiin tersangka. Bukti juga udah lengkap,” tegas Shafinaz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.