Menurut Djoko, selama ini gagasan kebijakan di Ibu Kota sudah banyak yang bagus. Namun, pada saat melakukan eksekusi, banyak yang tidak berani karena alasan politis atau berisiko tak dipilih lagi.
"Kebijakan ini memang hanya bisa dilakukan gubernurnya saat ini (Heru Budi Hartono). Mumpung dia (Heru) adalah Penjabat Gubernur," kata Djoko.
Selain itu, kebijakan ERP juga dinilai lebih efisien dalam mengatasi kemacetan di Jakarta ketimbang kebijakan lainnya, seperti 3 in 1 hingga pembatasaan kendaaaran dengan ganjil-genap.
Baca juga: Pengamat: Sistem Jalan Berbayar atau ERP Lebih Efektif Dibanding Ganjil-Genap untuk Atasi Kemacetan
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS) Irvan Maulana memandang, kekhawatiran terbesar publik sebenarnya fokus pada alokasi pendapatan ERP.
Menurut dia, masyarakat akan khawatir alokasi pendapatan justru tidak dikembalikan dalam bentuk peningkatan fasilitas angkutan umum dan peningkatan keselamatan lalu lintas
Kegagalan pemerintah untuk menyampaikan proposal yang dapat dipahami publik, kata dia, akan menimbulkan konsekuensi negatif dalam implementasi ERP.
Menengok penerapan ERP di Hong Kong pada 1983, Irvan mengatakan reaksi publik tetap bertentangan dengan optimisme pemerintah meski Hong Kong berhasil memecahkan masalah teknologi untuk implementasi ERP.
"Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat yang komprehensif tentang pungutan kemacetan memegang peranan penting dalam diterima atau tidaknya skema tersebut," tutur Irvan.
Baca juga: Kebijakan Tak Gentar Jalan Berbayar
Menurut Irvan, pemahaman masyarakat tidak hanya mencakup apa dan di mana pungutan kemacetan tersebut akan diterapkan, tetapi juga terkait dengan pengelolaan skema pungutan, termasuk aspek yang paling sering dibahas, yaitu alokasi pendapatan.
"Maka, mekanisme dan alokasi pendapatan ERP selayaknya harus diinformasikan secara menyeluruh dan transparan kepada publik, termasuk rencana uji coba, alternatif lain, sumber pendanaan, besaran subsidi pemerintah, dan lainnya," kata dia.
(Penulis: Muhammad Naufal | Editor : Irfan Maullana, Sandro Gatra, Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.