JAKARTA, KOMPAS.com - Pemasukan dari penerapan layanan sistem jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di Ibu Kota diperkirakan begitu fantastis.
Perkiraan pemasukan dari ERP itu senilai Rp 30 miliar-Rp 60 miliar per hari.
Hal ini diungkapkan Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail, usai komisinya menunda rapat beragendakan penjelasan soal ERP, Selasa (17/1/2023).
Ismail memperkirakan, ada pemasukan sebesar Rp 30 miliar dari kendaraan yang melintasi 25 ruas jalan ERP per hari, dalam satu kali perjalanan.
Jika dihitung dengan arus pengendara kendaraan sebaliknya, pada hari yang sama, akan ada tambahan pemasukan Rp 30 miliar lagi sehingga totalnya adalah Rp 60 miliar.
Baca juga: Pengendara Motor Dipastikan Akan Dikenai Tarif Jalan Berbayar atau ERP di Jakarta
"Kami dapat informasi, tidak kurang per hari sekitar Rp 30 miliar-Rp 60 miliar dana yang masuk," ujar Ismail di Gedung DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2023).
"Satu trip itu Rp 30 miliar, berarti dua kali (perjalanan) sekitar Rp 60 miliar," sambung dia.
Untuk diketahui, berdasarkan usulan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, tarif layanan ERP dipatok antara Rp 5.000-Rp 19.000 per kendaraan.
Potensi pendapatan itu tidak sedikit. Menurut Ismail, penggunaan uang masuk itu harus ditangani dengan baik.
Ismail pun mengusulkan pemasukan dari layanan jalan berbayar elektronik di Ibu Kota digunakan untuk perbaikan sektor transportasi umum.
"Harus bisa dipastikan uang yang terkumpul itu memiliki kontribusi yang signifikan, terutama dalam hal peningkatan pelayanan transportasi, baik terhadap pengguna jalan, transportasi massal, dan sebagainya," ucapnya.
Ia meyakini uang dari hasil ERP akan bermanfaat jika digunakan untuk kepentingan publik.
Baca juga: Cuan ERP Bisa Capai Rp 60 M per Hari, Uangnya Diusulkan untuk Perbaikan Transportasi Umum
Di sisi lain, karena pemasukan yang tergolong besar, Ismail mengaku hendak bertanya kepada Dishub DKI Jakarta berkait usulan nilai tarif layanan ERP sebesar Rp 5.000-Rp 19.000.
"Itu dia kan, kami akan mempertanyakan dasarnya dari mana angka tersebut, pasti harus ada hitung-hitungannya," tegas Ismail.
Penerimaan dari tarif layanan ERP itu tercantum dalam rancangan peraturan daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE).
Berdasarkan bunyi Pasal 17 Raperda PL2SE itu, penerimaan yang diperoleh dari tarif layanan ERP itu akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.
Pada ayat 1 disebutkan, penerimaan dari layanan akan dimanfaatkan untuk biaya penyelenggaraan ERP.
Baca juga: Komisi B DRPD DKI: ERP Jangan Sampai Timbulkan Beban Baru, Optimalkan Gage
Selain itu, penerimaan dari layanan itu juga bakal dimanfaatkan untuk peningkatan fasilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda.
"Pemanfaatannya (juga) untuk peningkatan pelayanan angkutan umum dan peningkatan kinerja lalu lintas," tulis Pasal 17 Ayat 1 huruf c dan d Raperda PL2SE.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan penerimaan dari penyelenggaraan ERP diatur dalam Peraturan Gubernur.
Di satu sisi, Ismail menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuat BUMD baru untuk mengelola pemasukan dari layanan ERP.
"Wacana muncul di rapat internal kami, itu dibuatkan saja sekalian kayak BUMD khusus (mengelola pemasukan layanan ERP)," ujarnya.
Menurut dia, BUMD itu disarankan berbentuk perusahaan umum daerah (perumda) agar bisa diarahkan untuk mendapatkan pemasukan dari layanan ERP.
Kata Ismail, BUMD tersebut juga harus memastikan pemasukan layanan ERP itu dialokasikan ke mana.
"Yang didapatkan dana dari hasil berbayar ini, itu dipastikan layanan untuk pengguna jalan semakin baik, termasuk juga kepada pengguna kendaraan umum," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.