Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo di Gedung DPR, Ini Sederet Tuntunan Massa Perangkat Desa

Kompas.com - 25/01/2023, 13:00 WIB
Zintan Prihatini,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sejumlah tuntutan yang dilayangkan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dalam aksi demonstrasi di kawasan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2023).

Ketua I Pengurus Pusat PPDI Cuk Suyadi mengatakan, beberapa tuntutan itu disuarakan oleh para perangkat desa seluruh Indonesia.

Pertama, PPDI menuntut perangkat desa menjadi pegawai dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau aparatur sipil negara (ASN).

PPDI mempertanyakan status perangkat desa saat ini. Pasalnya, status perangkat desa berbeda dengan PPPK maupun ASN.

"Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang PNS, itu PNS hanya ada dua, yaitu ASN sama PPPK. Harapan teman-teman, untuk perangkat desa ini masuk ke dalam unsur kepegawaian," kata Suyadi di depan Gedung DPR/MPR, Rabu.

Baca juga: Massa Perangkat Desa Berdemo di Gedung DPR, Tuntut Gaji 13 hingga Tunjangan Anak-Istri

Kedua, massa menuntut kesejahteraan perangkat desa termasuk tunjangan.

Suyadi menerangkan, selama ini perangkat desa tak mendapatkan penghasilan tetap (siltap) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa senilai Rp 2,2 juta.

Menurut Suyadi, siltap yang didapatkan kepala desa maupun perangkat desa di sejumlah wilayah masih kurang dari ketetapan dalam PP tersebut.

"Di luar kabupaten di daerah masing-masing, perangkat ada yang menerima hanya Rp 900.000, ada yang menerima Rp 800.000, harus sama itu semestinya (dengan PP 11 Tahun 2019)," jelas Suyadi.

Baca juga: 1.713 Polisi Dikerahkan untuk Kawal Demo 100.000 Perangkat Desa di Gedung DPR

Pembayaran siltap tersebut, kata dia, seharusnya dikirimkan langsung dari pemerintah pusat. Selama ini, siltap dimasukkan dalam alokasi dana desa.

"Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa (harus) langsung dari pusat, dari APBN tanpa dicampur dengan anggaran-anggaran lain," sebutnya.

Ketiga, massa menuntut kesejahteraan perangkat desa yang purnatugas. Selama ini, perangkat desa tak mendapatkan dana pensiun setelah menyelesaikan tugasnya.

Oleh sebab itu, PPDI menuntut agar perangkat desa mendapatkan dana kejahteraan purnatugas.

Baca juga: Massa Perangkat Desa Gelar Aksi di Depan Gedung DPR, Minta Ditemui Puan dan Jajarannya

Keempat, massa menuntut perangkat desa bisa tetap bekerja sampai maksimal berusia 60 tahun.

Massa menolak keras masa jabatan perangkat desa disamakan dengan kepala desa, yakni sembilan tahun, sebagaimana usulan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Ketika kepala desa itu berhenti, kalau itu dikabulkan sembilan tahun, maka usia atau jabatan perangkat desa juga sembilan tahun, seperti kabinet," imbuh Suyadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com