JAKARTA, KOMPAS.com - Arif Fadillah selaku kuasa hukum Giorgio Ramadhan (24) yang merusak taksi online di Senopati, Jakarta Selatan, buka suara soal isu kliennya yang menjadi musuh Ukraina.
Kepada wartawan Arif mengaku bahwa Giorgio memang sempat mengenyam pendidikan di Ukraina.
“Kalau dia (sekolah) ke sana, benar,” ujar Arif, dilansir dari TribunJakarta.com, Selasa (14/2/2023).
Namun, Arif mengaku masih mendalami soal isu apakah kliennya masuk ke dalam daftar hitam pemerintah Ukraina.
“Wah itu masih kami dalami, untuk proses sejauh mana GR terlibat hal itu. Kami konfirmasi dulu, konfirmasi lebih dalam,” ujar Arif.
Baca juga: Saat Penumpang Taksi “Online” Larang Sang Sopir Keluar Mobil Ketika Pengemudi Fortuner Ngamuk…
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes (Pol) Ade Ary Syam mengaku, pihaknya juga tengah mendalami isu tersebut.
"Sejauh ini kami belum mendapat informasi itu dan kami akan cek," ujar Ade Ary di kantornya pada Senin (13/2/2023) malam.
Nama Giorgio diketahui masuk dalam daftar hitam di laman Myrovorets.
Myrovorets adalah sebuah organisasi yang memuat daftar orang yang dianggap sebagai musuh Ukraina, meski secara sepihak.
Orang-orang yang masuk daftar itu disebut telah menunjukkan tanda-tanda kejahatan dan mengancam keamanan nasional Ukraina, perdamaian, dan hukum internasional.
Laman Myrotvorets sendiri dibuat oleh politikus dan aktivis Ukraina bernama Georgy Tuka pada Desember 2014.
Laman ini sempat menuai kritik sejumlah organisasi HAM internasional.
Baca juga: Permintaan Maaf Pengemudi Fortuner yang Mengamuk dan Rusak Taksi “Online” di Senopati
Giorgio sendiri saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan taksi online yang ia lakukan di Senopati, Jakarta Selatan, Minggu (12/2/2023) dini hari.
Ia dikenakan pasal 406 KUHP tentang perusakan barang orang lain, dengan ancaman hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan dan denda paling banyak Rp 4,5 juta.
Giorgio juga dikenakan Pasal 335 Ayat 1 KUHP tentang ancaman kekerasan terhadap orang lain, dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun penjara atau denda paling banyak Rp 4,5 juta.