JAKARTA, KOMPAS.com - Kebakaran hebat Depo Pertamina, Plumpang, di Koja, Jakarta Utara pada Jumat (3/3/2023) malam, menewaskan sedikitnya 19 orang dan menyebabkan 49 lainnya luka-luka.
Ada banyak warga yang terpaksa merasakan kepedihan akibat ditinggal kerabatnya.
Salah satunya Lidya (18). Ia harus merasakan kehilangan ibu dan kakak yang sangat disayanginya.
Sang ibu Hanifah (50) dan Fahrul Hidayatullah (27) kakaknya, ditemukan tewas berpelukan, Sabtu (4/3/2023).
Lidya mengatakan, ia tak ada di rumah saat pipa di Depo Pertamina meledak lalu turut membakar pemukiman di sekitarnya.
"Saya ditelepon sama tetangga saya, saya ditanya, 'Kamu di mana? Rumah kamu kebakar.' Saya kaget dan langsung tanya keberadaan mamah dan kakak saya," kata Lidya, bercerita kepada wartawan, di Rumah Sakit (RS) Polri Kramatjati, Senin (6/3/2023).
Baca juga: Update Korban Kebakaran Depo Pertamina Plumpang: 19 Tewas, 49 Luka-luka
Menurut keterangan tetangganya itu, Hanifah dan Fahrul sempat berupaya melarikan diri sebelum api menyambar rumah mereka.
Namun, mereka kemudian kembali untuk mengambil sesuatu.
Mendapat kabar itu, Lidya pun langsung pulang ke rumahnya. Namun, kobaran api besar yang membakar rumah dan pemukimannya membuat ia tidak bisa berbuat banyak.
Lidya baru bisa mencari ibu dan kakaknya pada Sabtu pagi.
Namun, ia tidak mendapatkan informasi apa pun usai mencari-cari ke tempat pengungsian dan rumah sakit.
Lidya pun meminta bantuan kepada sejumlah pihak untuk mengangkut puing-puing rumahnya.
"Ternyata ketemu jasad ibu dan anak sedang berpelukan. Pada saat itulah saya ketemu dengan ibu dan kakak saya," kata dia.
Jasad Hanifah dan Fahrul pun langsung dievakuasi ke RS Polri untuk keperluan identifikasi.
Baca juga: Zona Aman di TBBM Plumpang Ditetapkan 50 Meter, Pakar Tata Kota: Tidak Cukup, Seharusnya 500 Meter
Fahrul merupakan salah satu dari tiga jenazah korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang sudah teridentifikasi, Sabtu.
Pada Minggu (5/3/2023), jasadnya sudah dibawa pulang oleh pihak keluarga dari RS Polri.
"Kemarin pas bawa pulang, jenazah langsung dibawa ke Madura untuk dimakamkan," kata Junaedi (50), saudara dekat Hanifah dan Fahrul.
Namun, pihak keluarga harus mengurungkan niat untuk turut membawa pulang jasad Hanifah karena terhambat proses tes DNA yang dinilai terlalu lama.
"Katanya harus nunggu dan bersabar. Orang rumah sakit bilangnya cuma sabar. Saya udah bilang, saya harus nunggu berapa lama lagi. Apakah seminggu atau 10 hari?" tutur Lidya.
Junaedi sampai meminta-minta tolong kepada RS Polri untuk mengizinkan segera membawa pulang Hanifah.
"Kasihan lihatnya, ibaratnya kayak anaknya udah pulang, tapi ibunya enggak diajak pulang," sambung dia.
Baca juga: Wacana Relokasi dari Zona Merah Depo Pertamina Plumpang, Warga: Kalau Harganya Cocok, Pasti Nurut
Kehilangan ibu dan mertua
Sulistiawati (44) dan Endang (50) harus kehilangan sosok Iriana (61).
Ia adalah sosok ibu bagi Sulistiawati, dan mertua bagi Endang.
Iriana pertama kali ditemukan oleh adik Sulistiawati ketika pihak keluarga mengangkut puing-puing di bekas rumah mereka.
Saat itu, jasad Iriana berada di kamar mandi, tetapi kondisinya sudah terbakar.
"Saya minta tolong warga untuk angkut puing. Adik saya yang ngelihat ibu saya kegencet bongkahan batu. Dibongkar cuma 30 menitan langsung ketemu, sekitar jam 14.30 WIB Sabtu," ungkap Endang di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Minggu pagi.
Baca juga: Saat Warga Sekitar Depo Pertamina Plumpang Minta Jangan Digusur karena Kantongi IMB Sementara...
Awalnya, pihak keluarga ingin langsung memakamkan Iriana. Namun, pihak RW menahannya.
Endang menjelaskan, RW setempat menyarankan agar keluarganya mengikuti prosedur yang ada seperti keluarga korban lainnya.
"Katanya ikuti prosedur yang ada, katanya yang lain juga gitu, diserahkan ke PMI dan langsung dibawa ke RS Polri. Tadinya udah mau dimakamkan karena kasihan," terang dia.
Meski demikian, Endang sekeluarga akhirnya menjemput jasad Iriana pada Minggu siang.
Endang mengenang momen-momen terakhir saat ibu mertuanya masih hidup.
"Ibu saya jadi lebih ceria. Jadi lebih sering bercanda," ujar Endang.
Menurut Endang, tidak ada satu waktu yang menjadi momen spesial bersama dengan Iriana.
Sebab, ia menganggap setiap hari saat ia bertemu dengan ibu mertuanya adalah momen yang spesial.
Bagi Sulistiawati , ibunya tampak berbeda beberapa waktu sebelum menjadi korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
"Ibu saya jadi lebih cantik. Makannya juga jadi lebih sering, padahal biasanya jarang makan," ungkap Sulistiawati.
Hanya terpisah tembok
Hadi (30), juga menjadi salah satu korban yang tewas dalam insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Maemunah (31), kakak ipar Hadi mengatakan, rumah adiknya itu hanya terpisah tembok dengan depo milik Pertamina yang terbakar.
Api yang berasal dari ledakan pipa bahan bakar minyak pun dengan cepat menyambar ke rumah Hadi.
"Hadi ngontrak di situ. (Jarak rumah dengan TKP) hanya berbataskan tembok. Antara tangki itu dekat (dengan rumah)," ujar Maemunah di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (4/3/2023) pagi.
Baca juga: Zona Aman di TBBM Plumpang Ditetapkan 50 Meter, Pakar Tata Kota: Tidak Cukup, Seharusnya 500 Meter
Maemunah menceritakan detik-detik saat ledakan Pertamina mengagetkan keluarga Hadi.
"Lagi tiduran, lagi nonton televisi, ada suara ledakan. Setelah itu pada keluar, lari," kata Maemunah.
Menurut dia, Hadi sempat lari menjauhi dari tempat ledakan, namun dia kembali ke rumahnya untuk mengambil sesuatu.
Saat ledakan kedua, Hadi tidak kembali. Dia terpisah dari keluarganya.
"Sudah lari, dia lari lagi ke dalam, ambil sesuatu. Jadi terpisah, tidak kembali lagi. Ledakan kedua dia kena," imbuh Maemunah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.