JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warganet kerap menghubung-hubungkan antara tindak pidana kasus penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio berkaitan erat dengan harta kekayaan yang dimilikin orangtuanya, yakni eks Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.
Kekerasan yang dilakukan Mario, sebut warganet, bisa jadi sebagai imbas kerap dimanjakan harta kekayaan orangtua yang bergelimang.
Lantas, benarkah demikian?
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, AB Widyanta menyatakan, harta kekayaan orangtua memang bisa menjadi pemicu seorang anak bertingkah semena-mena terhadap orang lain.
Baca juga: Mutasi Rekening Terkait Rafael Alun Trisambodo Selama 4 Tahun Capai Rp 500 Miliar
Orangtua disebut sebagai panutan atau role model yang sangat penting dan memegang peran besar untuk membentuk sifat anak akan seperti apa saat remaja maupun dewasa nanti.
"Role model dari orangtua anak si pelaku itu kan memberikan fasilitas kepada si anaknya dengan harta benda yang berlimpah tanpa melihat bagaimana jerih payah itu dilakukan untuk mendapatkan uang sebanyak itu," kata dia.
Baca juga: 15 Hari Sudah Korban Penganiayaan Mario Dandy Dirawat di ICU
"Tidak pernah diajari bagaimana mencari uang itu dengan berkeringat, bersusah payah, dia biasanya sudah bergelimang harta, jadi tidak salah kalau mereka kemudian si anak ini tidak punya kiblat tentang relasi-relasi etis yang memanusiakan orang lain," tambah dia.
Menurut Abe, seharusnya anak remaja itu memiliki penilaian yang baik tentang relasi-relasi etis untuk memanusiakan orang lain sebagai bagian yang mesti dihargai atau dihormati dan tidak boleh dilanggar hak manusia itu.
Jika dilanggar dan bertentangan dengan relasi etis tersebut, maka itu disebut dengan tindak kekerasan.
Baca juga: Shane Lukas Sebut Mario Dandy Sudah Rencanakan Penganiayaan terhadap D sejak Januari
"Pelanggaran hak atas orang lain karena dia sejak kecil tentu sudah dimanja dengan bergelimangnya harta begitu, apakah pernah mereka akan dibentuk dengan pribadi untuk peka terhadap sekitarnya, tentu masa bodoh dia," ucap dia.
"Tetapi masa bodohnya dia mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan itu salah atau benar itu tidak mesti," imbuhnya.
Dengan begitu, kata Abe, anak tersebut kemudian tumbuh dengan pemahaman yang keliru.
Terlebih saat anak yang dimaksud tumbuh dengan perhatian dan pendidikan yang kurang dari kedua orangtuanya.
Kurangnya perhatian dan pendidikan yang bijak dari orangtua juga kerap terjadi akibat kesibukan kedua orangtua mengejar karir dan mencari uang dari tempat bekerja.
Baca juga: Sri Mulyani Setujui Pemecatan Rafael Alun Trisambodo dari ASN
Abe menyebutkan, gelimang harta kekayaan dapat memicu remaja melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain merupakan faktor ketiga setelah gagalnya tripusat pendidikan dan pengaruh revolusi 4.0 yang tidak dikontrol dengan baik oleh remaja tersebut.
Tripusat pendidikan yang dimaksud, yakni pendidikan dan perhatian dari orangtua atau keluarga di rumah, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat.
"Jadi ini kalau mau dikatakan inilah lingkaran setan bagaimana kita mendidik dalam posisi, kesesatan kita mendidik remaja-remaja kita," ucap dia.
Untuk itu, Abe mengingatkan bahwa saat ini waktunya kita untuk mengubah poin pentingnya, yakni agar para orangtua di rumah, sekolah dan masyarakat memberikan pelajaran dan pendidikan penting atas nilai-nilai kemanusiaan itu.
Diberitakan sebelumnya, Mario telah melakukan penganiayaan terhadap seorang remaja lainnya bernama David (19), sampai korban harus dirawat di rumah sakit dan mengalami koma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.