JAKARTA, KOMPAS.com - Penasihat hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menilai vonis majelis hakim mengambang dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dia menyebut keputusan hakim menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada Teddy Minahasa terlalu dipaksakan.
"Keputusan itu dipaksakan, melanggar hukum acara. Sudah begitu, banyak putusan di negeri ini mengenai UU ITE kalau bukti ada alat elektronik harus di (periksa) digital forensik," kata Hotman usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023).
Dalam kesempatan itu, Hotman juga menyatakan barang bukti yang ditampilkan jaksa penuntut umum (JPU) sekadar penggalan-penggalan saja.
Baca juga: Diamnya Teddy Minahasa Saat Hakim Jatuhkan Vonis Seumur Hidup...
Termasuk bukti tangkapan layar percakapan via WhatsApp antara Teddy dengan eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara. Hotman berujar, majelis hakim mengenyampingkan Pasal 5 dan 6 UU ITE.
"Pasal 5 dan 6 UU ITE mengatakan bahwa apabila ada bukti elektronik seperti chat WhatsApp harus didigital forensik secara utuh. Ini tidak dipertimbangkan," jelas Hotman.
"Berarti hakim benar-benar melanggar UU ITE. Hakim telah melanggar hukum acara, begitu para pelanggaran semuanya," imbuh dia.
Ia juga heran mengapa tak pernah ada uji perbandingan uji laboratorium antara barang bukti sabu yang ada di Jakarta dengan Bukittinggi. Diketahui, sabu itu merupakan hasil tilapan yang dilakukan terdakwa dan menukarnya dengan tawas.
"Kenapa enggak digali kuburan pemusnahan? Beda elemen antara tawas dan itu pelanggaran lain, setiap tuduhannya hanya ada satu saksinya," papar Hotman.
Hotman menegaskan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim.
"Barusan diperintah (mengajukan) banding. Karena keputusan hakim meng-copy paste surat dakwaan jaksa," tutur Hotman.
"Putusan hakim meng-copy paste apa yang ada di dalam replik daripada jaksa," ucap Hotman melanjutkan.
Sebelumnya majelis hakim PN Jakarta Barat menilai Teddy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah terlibat dalam peredaran sabu sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup dan memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan," ujar Hakim Ketua Jon Sarman Saragih.
Baca juga: Senyum Lebar Teddy Minahasa Saat Lolos dari Hukuman Mati Kasus Peredaran Sabu
Menurut hakim, Teddy telah terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan tindak pidana, turut serta menawarkan untuk dijual, menjual, dan menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika jenis sabu yang beratnya lebih dari 5 kilogram.
Terdakwa dinilai melanggar Pasal 114 Ayat ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Teddy terbukti bekerja sama dengan Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Baca juga: Teddy Minahasa Divonis Penjara Seumur Hidup, Hotman Paris: Syukur Bukan Hukuman Mati
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan Dody Prawiranegara.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.