TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Jejak sejarah kehidupan masyarakat etnis Tionghoa yang mewarnai budaya dan tradisi di Kota Tangerang, begitu mudah ditemukan.
Namun dari banyaknya warisan budaya Tionghoa di Tangerang, ada salah satu makam pemimpin Tionghoa yang seolah terabaikan.
Makam Oey Kiat Tjin, Kapitan terakhir di Karawaci, Tangerang, terlihat sangat menyedihkan, tidak terawat dan dipenuhi sampah.
Makam Kapitan terakhir di Tangerang itu terletak di Jalan Cinda RT 001/RW 003, Nusa Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang.
Baca juga: NIK Warga DKI yang Sekolah atau Kerja di Luar Jakarta Tidak Akan Dinonaktifkan
Saat Kompas.com mendatangi lokasi, makam sang Kapitan terletak di sebuah lahan kosong yang di sekelilingnya terdapat rumah-rumah warga.
Puing-puing bekas bangunan hingga sampah plastik berserakan di sekitar makam. Mirisnya, bekas aksi vandalisme terlihat jelas di batu nisan.
Bentuk bangunan makam mirip pendopo rumah dengan ditopang 10 tiang utama. Tiangnya masih kokoh berdiri.
Tinggi pendopo kurang lebih 2,5 meter hingga 3 meter dan terdapat tulisan "Kapitein Oey Kiat Tjin" tepat di atas bangunannya.
Baca juga: Anak Perwira Polisi Penabrak Satu Keluarga di Cijantung Sudah Tersangka, tapi Belum Ditahan
Konten Kreator Budaya Tionghoa (Cina Benteng), Elsa menuturkan kepada Kompas.com bahwa makam tersebut memang milik Oey Kiat Tjin, sang Kapitan Terakhir.
"Di Karawaci yang terkenal itu Bapaknya, jadi beliau (Oey Kiat Tjin) menggantikan Bapaknya. Memang sistem Kapitan di zaman pemerintahan Belanda itu yang dipilih yang paling kaya, dan pastinya berpengaruh," ujar Elsa.
Elsa menjelaskan, Oey Kiat Tjin adalah seorang Landheer Karawatji atau semacam tuan tanah yang kemudian menjadi Kapitein der Chinezen Tangerang atau pemerintahan sipil Tionghoa lokal terakhir di Tangerang pada tahun 1928.
Seorang Kapitan pada zamannya memiliki kewenangan mengatur komunitas masyarakat yang dipimpinnya. Di zaman sekarang, Kapitan seperti seorang Wali Kota, Camat atau Lurah.
Baca juga: Kebakaran Lahap Bedeng 30 Pintu di Pesanggrahan
Semasa hidup, Oey Kiat Tjin mengatur perizinan legal masyarakat, urusan politik, bahkan urusan ritual keagamaan.
Oey Kiat Tjin menggantikan ayahnya, Oey Djie San yang wafat pada 11 Oktober 1925. Ia menjadi seorang Kapitan selama 6 tahun sebelum wafat pada 1934.
Kata Elsa, bukan hanya etnis Tionghoa yang mendapat kesempatan menjadi Kapitan, tetapi juga etnis Arab dan etnis luar yang tinggal di Indonesia.