JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, menjadi sentra bagi para pedagang untuk menjajakan beragam macam bunga, mulai dari mawar, bunga matahari, teratai, hingga sedap malam.
Ramai suara pedagang memanggil-manggil calon pembeli yang hilir mudik, ketika Kompas.com menyambangi pasar ini pada Jumat (12/5/2023) sore.
Salah satunya ialah Nia Yunengsih, pedagang bunga matahari yang berjualan di ujung pasar.
Sembari menata puluhan batang bunga matahari di atas meja kayu, Nia juga tampak sibuk meladeni pembeli.
Dia tampak bersama sang ayah, yang ikut menjual bunga-bunga tersebut.
"Mau beli berapa Kak?" tanya ayah Nia, yang berada di lapak jualannya.
Baca juga: Makam Kapitan Terakhir di Tangerang Rusak Tak Terawat, Patung Singa Kilin Dicuri Orang
Kompas.com pun berkesempatan berbincang dengan Nia, yang menceritakan awal mula ia menggelar lapak di Pasar Bunga Rawa Belong.
"Udah lama dagang di sini sekitar tahun 2005, udah 18 tahun ya," kata Nia.
Belasan tahun, Nia mengadu nasib di Ibu Kota sejak merantau dari kampungnya di Sukabumi, Jawa Barat.
Dia berujar, tak ingin alih profesi menjadi pedagang bunga. Berdagang bunga juga menjadi pekerjaan pertama baginya.
"Enggak ada keinginan cari pekerjaan lain. Sudah enak di sini," imbuh dia.
Baca juga: Mei 1998, Saat Jakarta Dilanda Kerusuhan Mencekam dan Ditinggal Para Penghuninya...
Ibu dua anak ini mengaku memilih berdagang bunga lantaran suplainya mudah didapatkan.
Pasar Bunga Rawa Belong, lanjutnya, menjadi tempat di mana pedagang seperti dirinya lebih mudah mendapatkan pembeli.
"Kalau dagang bunga kan kami udah ada petaninya. Ini dari Joglo, Meruya, dari Jakarta. Bunga matahari kan hidup di tempat kayak di Jakarta. Ini datang dari Jakarta langsung," ucap Nia.
Selain bunga matahari, Nia juga berjualan bunga teratai.
Puluhan bunga matahari dan teratai itu tampak ditaruh di ember abu-abu besar yang diisi air. Kata Nia, hal tersebut dilakukan agar bunga tak layu hingga tujuh hari ke depan.
"Yang paling laku bunga matahari. Biasanya yang nyari orang untuk wisuda, buat buket bunga, bisa juga untuk papan turut berdukacita," jelas Nia.
Baca juga: Herman dan Sepotong Kisah di Pintu Pelintasan Rel Kereta, Oase di Tengah Kerasnya Jakarta
Dalam sehari, Nia bisa mengantongi keuntungan hingga Rp 500.000.
Namun, jika sepi pembeli, dia hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 100.000 saja.
Perempuan asli Sukabumi itu menyampaikan, toko bunganya buka selama 24 jam.
"Dijaga tokonya gantian, kalau saya siang. Orangtua malam, kan 24 jam buka terus ini mah," ucap dia.
Terkadang, saat sepi pembeli, Nia harus memutar otak untuk mencari pundi-pundi rupiah.
Sehingga ia terpaksa menggunakan uang tabungan, untuk memenuhi kebutuhan di rumah.
"Harapannya paling usaha bisa berkembang. Pengin sih bunga saya diekspor, enggak di sini saja. Harapannya bisa buka toko lain, cuman modalnya belum ada," ungkap Nia sambil berseloroh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.