Peralatan tersebut akan memberikan data yang lebih akurat terkait sumber polusi udara lokal sehingga dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas udara, mengatasi perubahan iklim, dan melindungi kesehatan penduduk kota.
Baca juga: Polusi Udara Jakarta, ICEL: Banten dan Jabar Juga Harus Tanggung Jawab
"Dengan demikian, kemitraan kami dengan Pemprov DKI Jakarta dapat mendukung penyusunan kebijakan udara bersih yang tepat sasaran," ujar Nirarta.
Menurut Direktur US Agency for International Development (USAID) Indonesia Jeff Cohen, polusi udara merupakan tantangan bagi kota-kota di seluruh dunia.
Karena itu, kata Jeff, alat pemantau baru ini akan memberikan data penting untuk membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam upaya meningkatkan kualitas udara dan kesehatan warganya.
Baca juga: Mudah-mudahan Warga Sadar, Uji Emisi Penting untuk Perbaikan Kualitas Udara Jakarta
Kualitas udara di DKI Jakarta memburuk beberapa hari terakhir ini. Data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta tak pernah kurang dari 150 sejak Jumat (19/5/2023).
IQAir mencatat, indeks kualitas udara tertinggi mencapai 159 pada Senin (22/5/2023). Angka itu menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat. Masa libur nasional dan cuti bersama tak ikut menurunkan indeks tersebut.
Indeks kualitas udara mulai membaik pada Sabtu-Minggu (3-4/6/2023) dengan capaian 147 dan 146. Itu pun masih dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Pada Minggu (4/6/2023) ini, cemaran konsentrasi partikulat matter (PM) 2,5 di Jakarta juga tercatat 44,7 mikrogram per meter kubik (µgram/m3). Angka ini 8,9 kali lebih tinggi dari ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.