Gangguan ini, kata dia, terjadi akibat polutan udara yang terhirup masuk ke saluran pernapasan anak. Di antaranya polutan PM 2.5 atau polutan yang berukuran 2,5 mikrometer.
Baca juga: Jangan Sekadar Uji Emisi Seremonial jika Ingin Serius Perbaiki Kualitas Udara Jakarta
"Enggak hanya PM 2.5, polutan udara lain, termasuk PM 10, N02, dan S02 juga bisa meningkatkan mediator radang, menurunkan respons imun, sehingga virus dan bakteri lebih mudah menginfeksi saluran napas serta menimbulkan peradangan," ucap dia.
Kualitas udara di DKI Jakarta memburuk beberapa hari terakhir ini. Data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta tak pernah kurang dari 150 sejak Jumat (19/5/2023).
IQAir mencatat, indeks kualitas udara tertinggi mencapai 159 pada Senin (22/5/2023). Angka itu menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat.
Pada Rabu (7/6/2023) ini, indeks kualitas udara Jakarta mencapai 135 pada pukul 06.00 WIB atau dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Orangtua Keluhkan Anaknya Batuk Sesak Nafas
Cemaran konsentrasi partikulat matter (PM) 2,5 di Jakarta juga tercatat 49,3 mikrogram per meter kubik (µgram/m3). Angka ini 9,9 kali lebih tinggi dari ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pada situasi ini, kelompok sensitif diminta memakai masker di luar ruangan. Lalu, tutup jendela anda untuk menghindari udara luar yang kotor dan kurangi aktivitas di luar ruangan.
(Penulis : Joy Andre | Editor : Ihsanuddin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.