Adapun alasan obyektif adalah alasan-alasan yang ditentukan berdasarkan undang-undang seperti ancaman pidananya terhadap pelaku.
Baca juga: Ini Alasan Suami Tersangka Penganiaya Istri Hamil di Serpong Tak Ditahan
Sedangkan alasan subyektif adalah bersumber dari penilaian apakah tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan bukti, atau bahkan akan mengulangi tindak pidana.
Terlebih, kata dia, dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga itu memiliki kekhasan, yang mana pelaku dan korban tinggal di kediaman bersama.
Dengan demikian, Siti beranggapan potensi kekerasan yang berulang dan menghilangkan bukti sangat mungkin terjadi.
"Termasuk akan memperburuk dampak terhadap korban karena harus bertemu pelaku. Atas pertimbangan ini, maka sebaiknya tersangka ditahan," ucap Siti.
Baca juga: Suami Penganiaya Istri Hamil di Serpong Tak Ditahan, Korban Akhirnya Diungsikan
Hal senada juga diucapkan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar. Menurut Fickar, tersangka bisa ditahan di atas dengan pertimbangan di atas.
"Jika ada di antara unsur pertimbangan itu terpenuhi, maka bisa dilakukan penahanan (terhadap) tersangka," ungkap Fickar.
"Dalam konteks peristiwa di atas dikhawatirkan (pelaku) mengulangi perbuatannya, menganiaya istrinya. Jadi, (sudah) menenuhi syarat obyektif untuk ditahan," lanjut dia.
Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan Iptu Siswanto mengatakan, polisi tidak menahan Budyanto karena merujuk pasal yang dikenakan.
Budyanto dikenakan Pasal 44 ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal perbuatan (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)".
Siswanto menjelaskan, pelaku kekerasan dalam rumah tangga bisa ditahan apabila korbannya mengalami luka berat atau meninggal dunia, dengan catatan bahwa pelakunya bukan suami atau istri.
Berdasarkan penjelasan itu, Siswanto meluruskan tersangka tak ditahan bukan karena kasus yang menjeratnya itu tindak pidana ringan (tipiring), melainkan pelaku dan korban merupakan pasangan suami istri (pasutri).
Baca juga: Suami yang Aniaya Istri Hamil di Serpong juga Ancam Bantai Keluarga Korban
"(Pelaku tak ditahan) bukan (karena) tipiring. Jadi (karena) Pasal 44 ada 4 ayat," kata Siswanto.
"Ayat 1 bisa ditahan tapi tidak dilakukan oleh suami atau istrinya. Kalau pelakunya suami atau istrinya, maka berlaku ayat yang ke-4," tambah dia.
Kendati demikian, Siswanto mengatakan, BD dapat ditahan apabila pasal yang dikenakan kepada tersangka dijunctokan Pasal 90 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, polisi belum memberlakukan pasal tersebut karena hasil visum korban belum keluar.
(Penulis : M Chaerul Halim | Editor : Nursita Sari, Ihsanuddin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.