JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum dari D (17), yakni Mellisa Anggraini, menyerahkan sepenuhnya persoalan restitusi untuk korban kepada majelis hakim.
Harta keluarga Mario Dandy Satriyo (20), terdakwa penganiayaan D, sedang dibekukan. Namun, Mellisa berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan soal restitusi tersebut.
"Biarkan hakim yang menilai dan menjadi bahan pertimbangan hakim. Tetapi dalam undang-undang LPSK, diberikan ruang untuk orangtuanya untuk masuk sebagai pihak yang bersedia menanggung terkait pengembalian kondisi ini," ucap Mellisa di depan awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
Baca juga: Hakim Minta Rafael Alun dan Istri Hadiri Sidang, Bahas Restitusi yang Harus Dibayar Mario Dandy
Apakah nantinya restitusi itu akan dalam bentuk uang atau masa hukuman terdakwa yang lebih berat, Mellisa berharap bisa diselesaikan secara adil.
"Yang kami titik beratkan di sini adalah mengenai masa depan D, terkait dengan kognisinya. Maka saya bilang enggak bisa fokus terhadap fisik saja. D ini kan yang hancur dan rusak ini bagian otak, penurunan fungsi otak," tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, LPSK mencatat restitusi atau ganti kerugian penganiayaan D yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
"Jadi, itu kami perhitungkan dari medisnya dia, biaya perawatan selama di rumah sakit," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas, dilansir dari Antara, Kamis (15/6/2023).
Susi menjelaskan, perawatan rumah sakit itu meliputi transportasi, konsumsi, termasuk biaya keluarga saat mengurus D saat di rumah sakit dan proses hukum.
"Kemudian, kami juga memperhitungkan kehilangan penghasilan orangtuanya ketika mengurus D. Pada awal-awal orangtuanya malah meninggalkan pekerjaan," kata dia.
LPSK juga memperhitungkan penderitaan D berdasarkan analisis dokter yang tidak bisa normal kembali sehingga harus menjalani perawatan di rumah.
Terlebih lagi, penderitaan D juga ditambah dengan kondisinya yang sulit sekolah. Atas kondisi itu, kata Susi, masa muda D untuk mengenyam pendidikan menjadi hilang.
Kemudian, juga akan dimasukkan biaya bantuan hukum mengikuti Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
Nantinya, disebutkan ada kemungkinan jika ada situasi perkembangan tertentu mengenai restitusi ini maka akan direvisi kembali.
"Hasil perhitungan sementara ini sudah kami sampaikan ke penyidik, lalu juga ke JPU (jaksa penuntut umum) untuk dimasukkan surat tuntutannya kepada majelis hakim," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.