JAKARTA, KOMPAS.com - Greenpeace Indonesia menilai, pemerintah masih belum menganggap polusi udara sebagai masalah yang darurat saat ini, termasuk di Jakarta.
Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, hal ini terlihat dari upaya pemerintah yang tidak memberikan peringatan dini saat situasi memburuk.
Padahal, kata Bondan, tren meningkatnya polusi udara setiap musim kemarau sudah bisa diprediksi.
Baca juga: Heru Budi Ibaratkan Kualitas Udara Buruk Jakarta dengan Pekerja, Akhir Pekan Libur, Senin Balik Lagi
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada akhir 2022 memperkirakan sebagian besar Indonesia mengalami kemarau panjang pada 2023.
”Artinya, KLHK dan dinas lingkungan hidup sudah tahu, ketika kemarau panjang PM 2,5 tinggi. Harusnya ada peringatan kepada warga,” kata Bondan, dilansir dari Kompas.id, Sabtu (12/8/2023).
Menurut Bondan, fokus pemerintah untuk mengendalikan polusi udara melalui uji emisi belum berbasis data empiris dan saintifik.
Ia berharap uji emisi massal tak hanya menyasar kendaraan bermotor. Uji emisi perlu dilakukan untuk cerobong asap industri di sekitar Jakarta, seperti di Jawa Barat dan Banten.
Baca juga: Heru Budi Sebut Kendaraan yang Keluar Masuk Jakarta Sumbang Polusi Udara di Ibu Kota
Berdasarkandata dari laman IQAir, Jakarta pada Minggu (13/8/2023) pagi ini dinilai menjadi kota nomor satu paling berpolusi di dunia.
Indeks kualitas udara kota Jakarta tadi pagi menembus angka 172, dengan polutan utama PM 2,5 serta nilai konsentrasi 96,8 mikrogram per meter kubik.
"Konsentrasi PM 2.5 di Jakarta saat ini 19,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO," demikian tertulis di situs tersebut dikutip Kompas.com, Minggu.
Adapun kualitas udara Jakarta kembali memburuk sejak beberapa pekan terkhir. IQ Air mencatat indeks kualitas udara Jakarta berada dalam status tidak sehat belakangan ini.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, KLHK Serahkan Opsi WFH ke Perusahaan Masing-masing
Bahkan buruknya kualitas udara Jakarta yang terjadi beberapa waktu terakhur ini turut jadi perhatian sejumlah media asing. Jakarta disebut konsisten menempati posisi sepuluh kota paling berpolusi di dunia.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengatakan, musim kemarau beberapa bulan terakhir jadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara Jakarta.
"Kalau dari segi siklus, memang bulan Juni, Juli, Agustus itu selalu terjadi peningkatan pencemaran di Jakarta karena dipengaruhi oleh udara dari timur yang kering," tutur Sigit, Jumat (11/8/2023).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, kondisi udara Jakarta menjadi fluktuatif saat memasuki musim kemarau.
Baca juga: Musim Kemarau Jadi Salah Satu Faktor Buruknya Kualitas Udara Jakarta
"Juli hingga September biasanya titik musim kemarau sedang mencapai tinggi-tingginya. Sehingga memang berakibat pada kondisi udara Jakarta yang kurang baik," kata Asep.
Untuk itu, kata Asep, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup sudah menyusun berbagai macam regulasi yang berisi strategi untuk mengendalikan pencemaran udara
Pemerintah juga mengimbau warga Jakarta untuk mengecek kondisi udara harian melalui berbagai aplikasi dan platform yang tersedia.
"Bisa dicek berbagai aplikasi, ada Jaki, Ispunet, web BMKG, bisa dicek kondisi udara hari ini," kata Asep.
"Lakukan upaya preventif menggunakan masker, mengurangi aktivitas di luar, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin dan dari diri sendiri," ucap dia.
(Penulis : Stafanus Ato (Kompas.id), Wasti Samaria Simangunsong, Rizky Syahrial | Editor : Novianti Setuningsih, Ihsanuddin)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.