DH membayar Rp 300.000 per bulan untuk menjadi anggota premium di aplikasi tersebut.
“Dia (pelaku) ngaku-nya bernama Andrew, WNA keturunan Chinese-Malaysian, pekerjaannya auditor di salah satu kota besar di Malaysia,” ujar DH.
Awalnya, percakapan hanya dilakukan di aplikasi. Topik percakapan berbahasa Inggris itu baru sebatas latar belakang satu sama lain.
Semakin lama, DH merasa nyambung dengan Andrew. Sebab, DH memiliki latar belakang yang sama dengan profesi yang diakui Andrew.
“Aku ngetes dia. Aku tanya soal pajak di Malaysia, kalau lapor pajak ke mana, dan sebagainya, ternyata jawaban dia betul semua. Jadi, aku percaya bahwa background dia auditor,” ujar DH.
Oleh sebab itu, DH rela memberikan nomor ponsel pribadinya dan percakapan berpindah ke WhatsApp, sekitar tiga hari kemudian. Andrew, sebut DH, memiliki perangai romantis.
DH mengaku mendapatkan perhatian yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. DH juga dijanjikan untuk dinikahi suatu saat nanti.
Saat kepercayaan sudah terbangun, pelaku kemudian menawari DH untuk mengikuti bisnis jual beli daring di sebuah website.
Pelaku menyebutkan, situs itu adalah e-commerce besar di China. DH awalnya diminta membuat akun di website itu.
Ia lalu menjadi dropshipper di sana. Jadi, DH diminta membeli barang di dalam website itu, seperti meja, kursi, lampu hias, dan sebagainya.
Pembelian dilakukan menggunakan aplikasi penyedia transaksi menggunakan dollar. DH dijanjikan mendapat keuntungan 10 persen dari setiap barang yang terjual.
Baca juga: Para Korban Menduga Penipu “Tinder Swindler Indonesia” Warga Malaysia
DH sempat menolak ajakan itu. Akan tetapi, pelaku mengelabuinya dengan berkara bahwa bisnis itu sangat penting sebagai fondasi finansial ketika mereka berumah tangga nantinya.
“Dia bilang enggak mau rumah tangga kami nanti kenapa-kenapa, makanya butuh bisnis biar kami dan anak-anak kami enggak kesusahan. Wah, pokoknya manipulatif banget deh, sehingga saya akhirnya ikuti dia dan top up,” ujar DH.
Total uang yang ditransfer ke aplikasi itu mencapai Rp 20 juta dalam kurs dollar AS. Belakangan, DH mencurigai bahwa ada yang tidak beres dalam bisnis ini.
Salah satunya adalah karena dia seolah dipaksa top up terus-menerus. Selain itu, ia tidak bisa mengambil keuntungan dari hasil penjualan selama ini.
“Aku juga dapat surat, katanya tokoku di-freeze karena enggak melayani order. Aku diminta menebus 10.000 dollar AS untuk memulihkan toko. Ya masalahnya kalau order datang, saya harus top up lagi, saya enggak mau,” ujar DH.
Baca juga: Kisah Pengusaha Perhiasan Nyaris Terjerat “Tinder Swindler Indonesia” saat Cari Pasangan Hidup...
Ia kemudian iseng-iseng menghubungi salah satu tetangganya yang merupakan pekerja IT.
DH syok mengetahui bahwa laman jual beli daring itu ternyata fiktif dan baru dibuat beberapa bulan lalu.
Artinya, website beserta aktivitas dagang di dalamnya diduga kuat merupakan modus operandi pelaku untuk mendapatkan keuntungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.