JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur menutup dua pabrik pembuatan arang di Jalan Anggrek, Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/8/2023).
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Timur, Eko Gumelar mengatakan, mereka mendapat laporan dari warga yang mengeluhkan pabrik tersebut mencemarkan udara di sekitar.
"Kami langsung melakukan (penutupan) pabrik (pembuatan) arang karena melakukan pencemaran asap ke lingkungan warga," ujar Eko dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023).
Baca juga: Heru Budi Kaji Usulan Terapkan Ganjil Genap 24 Jam untuk Kurangi Polusi
Eko mengemukakan, penutupan pabrik pembuatan arang itu melibatkan Satpol PP dan Satuan Petugas Penindakkan Hukum Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup.
Kini, pabrik arang itu telah ditutup dan disegel menggunakan spanduk agar tak lagi beroperasi hingga menimbulkan polusi.
"Jika masih melakukan hal yang sama akan dikenakan sanksi penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang pengelolaan sampah,” ucap Eko.
Penutupan pabrik tersebut sebagai upaya menangani polusi udara di DKI Jakarta yang kualitasnya buruk sejak beberapa hari terakhir.
Kualitas udara Jakarta pada Jumat (25/8/2023) pagi masih masuk dalam kategori tidak sehat.
Baca juga: Upaya Pemkot Tangsel Atasi Polusi Udara, dari Gencarkan Uji Emisi sampai Gelar Car Free Night
Kualitas udara Ibu Kota per pukul 06.44 WIB bahkan menduduki peringkat ketiga terburuk di dunia.
Dikutip dari laman pengukuran kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 155, berada di bawah Kota Dubai dan Doha dengan angka 176 dan 174.
Konsentrasi polutan tertinggi dalam udara DKI Jakarta hari ini PM 2.5, dengan nilai konsentrasi 105 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi tersebut 12.8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Dengan data di atas, artinya kualitas udara di Jakarta tetap buruk meski sebagian aparatur sipil negara (ASN) ibu kota melakukan work from home (WFH).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebelumnya telah memberlakukan WFH bagi ASN dengan kapasitas 50 persen sejak 21 Agustus 2023.
Baca juga: Pemkot Tangsel Gelontorkan Rp 14 Miliar Untuk Atasi Polusi Udara
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto sendiri mengakui, kebijakan WFH tak berdampak signifikan karena jumlah ASN DKI kalah banyak dibandingkan ASN kementerian/lembaga dan karyawan swasta yang tidak WFH.
Terlebih, kebijakan ini baru diterapkan beberapa hari.
Selain itu, polusi Jakarta juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain, tak hanya kendaraan yang digunakan ASN.
"Saya sampaikan bahwa kita tidak bisa dengan pemberlakuan WFH baru 1-2 hari, maka dicek IQAir-nya kok masih tinggi. Karena memang penyebab emisi itu tidak hanya transportasi. Ada sektor lainnya, yaitu sektor industri," jelas Asep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.