Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Para Pejabat Harus Kasih Contoh Naik Kendaraan Umum, Jangan Cuma Menyuruh..."

Kompas.com - 26/08/2023, 20:33 WIB
Baharudin Al Farisi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan contoh yang baik sebelum menerapkan pembatasan kendaraan dengan skema pelat nomor ganjil genap selama 24 jam.

Adapun wacana penerapan ganjil genap selama 24 jam diusulkan untuk mengatasi polusi.

Harapannya, warga pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan transportasi umum, sehingga emisi yang dihasilkan kendaraan pribadi menurun.

Masalahnya, warga menilai, para pejabat sendiri tidak menggunakan transportasi umum.

"Pemangku keputusannya (pejabat) juga kasih contoh naik kendaraan umum, enggak cuma nyuruh. Kan kemarin ada tuh yang suruh buat pakai kendaraan umum. Saya enggak yakin, dia ke kantor pakai kendaraan umum," kata Dicky (32), warga yang setiap hari bekerja di Jakarta Selatan, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (26/8/2023).

Baca juga: Protes Wacana Ganjil Genap 24 Jam untuk Atasi Polusi, Warga: Orang Malah Beli Kendaraan Baru

Menurut Dicky, kondisi transportasi umum saat ini belum memadai. Jumlah transportasi umum belum cukup banyak untuk mengangkut masyarakat.

Akibatnya, masyarakat pengguna transportasi umum berdesak-desakan sehingga merasa tidak nyaman.

"Memangnya kalau orang kerja enggak bawa kendaraan pribadi, mau naik apa? Kereta sama kendaraan umum penuh. (Seharusnya) Siapkan kendaraan umumnya yang banyak, jadi nyaman," tutur Dicky.

Dicky juga berasumsi, tidak sedikit orang yang bekerja di Ibu Kota justru memiliki kendaraan lebih dari satu.

Karena itu, dia menilai ganjil genap tak akan efektif menurunkan jumlah kendaraan di Ibu Kota.

"Orang yang pada kerja di Jakarta punya mobil lebih dari satu deh kayaknya, saya sih enggak lihat itu (wacana ganjil genap 24 jam) sebagai solusi ya," ujar Dicky.

Baca juga: Mobil Damkar Semprot Jalan untuk Kurangi Polusi, Heru Budi: Jika Hasilnya Negatif, Kami Hentikan

Sementara itu, warga Bekasi yang setiap hari bekerja di Jakarta Barat, Panji Lambang Suharto (27), mengingatkan, ganjil genap 24 jam justru memicu masyarakat membeli kendaraan baru.

"Secara enggak langsung, ternyata kalau hal itu diterapkan, bisa memicu orang lain buat membeli kendaraan baru juga. Karena, mau enggak mau, dia harus punya dua kendaraan untuk bisa beraktivitas atau bepergian," kata Panji.

Sama dengan Dicky, Panji juga menilai, kondisi transportasi umum belum cukup memadai, salah satunya soal jarak kedatangan bus transjakarta yang cukup lama.

Akibatnya, waktu tempuh menggunakan kendaraan umum lebih lama dibandingkan kendaraan pribadi.

Baca juga: Berulang Kali Batuk di Depan Wartawan, Hotman Paris: Ini gara-gara Polusi

Oleh karena itu, Panji mengaku tidak setuju dengan wacana ganjil genap 24 jam.

"Mungkin solusinya bisa menerapkan WFO (work from office) 50 persen dan WFH (work from home) 50 persen. Enggak cuma ASN saja, perusahaan swasta juga bisa diterapkan hal itu," ungkap Panji.

Diketahui, beberapa waktu belakangan ini, DKI Jakarta masuk dalam urutan teratas kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Pemerintah kemudian melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah polusi, termasuk mengkaji ganjil genap selama 24 jam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Polisi Gelar Audiensi Terkait Penjarahan Rusunawa Marunda, Libatkan Pengelola Lama dan Baru

Megapolitan
Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Keroyok Pemuda di Tangsel Akibat Buang Air Kecil Sembarangan, Dua Pelaku Ditangkap Polisi

Megapolitan
Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Polisi Buru Pemasok Sabu untuk Virgoun

Megapolitan
Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Tak Mau Vandalisme, Fermul Kini Minta Izin Dulu Sebelum Bikin Grafiti di Fasilitas Publik

Megapolitan
Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Pengelola Diminta Kembali Laporkan 7 Eks Pekerja yang Jarah Aset Rusunawa Marunda

Megapolitan
Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Belum Tetapkan Virgoun Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Sederet Masalah Rumah Subsidi Jokowi di Cikarang: Bangunan Tak Kokoh, Keramik Terangkat, hingga Air Kotor dan Berbau

Megapolitan
Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Polisi Tangkap Virgoun Usai Konsumsi Sabu dengan Seorang Perempuan

Megapolitan
Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Pemprov DKI Segel Bangunan di Menteng yang Diduga Langgar Aturan Perubahan Tata Ruang

Megapolitan
Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Hasil Tes Urine Virgoun Positif Metamfetamina

Megapolitan
Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Polisi Sita Sabu dan Alat Isap Saat Tangkap Virgoun

Megapolitan
Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Pemkot Bakal Normalisasi Sungai Cidepit di Gang Makam Bogor

Megapolitan
Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Minta Inspektorat Periksa 7 Pekerja yang Jarah Rusunawa Marunda, Heru Budi: Harus Ditindak!

Megapolitan
Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Pendukung Tak Ingin Anies Duet dengan Kaesang, Pengamat: Bentuk Penegasan Mereka Anti Jokowi

Megapolitan
Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Sudah Bayar Rp 250.000 Per Bulan, Air Warga Perumahan Subsidi Jokowi di Cikarang Sering Kotor dan Berbau

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com