JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan tarif Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek untuk satu kilometer pertama Rp 5.000 dan Rp 700 untuk setiap kilometer berikutnya.
Wakil Ketua Pemeberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, melihat stuktur tarif itu ditujukan untuk kelompok masyarakat menengah ke atas.
"Tujuannya, supaya warga dapat meninggalkan kendaraan pribadi untuk beralih memakai angkutan umum, sehingga dapat mereduksi kemacetan lalu lintas di jalan," ucap Djoko dalam penjelasannya kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Baca juga: Turun di Stasiun Dukuh Atas, Penumpang LRT Jabodebek Lanjut Jalan Kaki ke Kantor atau Naik Ojol
Kendati demikian, Djoko memandang pemerintah harus mengupayakan ongkos warga yang menggunakan LRT Jabodebek tidak lebih dari Rp 50.000 untuk pulang pergi.
"Termasuk ongkos dari tempat tinggal menuju stasiun terdekat (first mile), menggunakaan LRT Jabodebek dan stasiun tujuan menuju lokasi dikehendaki (last mile)," ucap Djoko.
Menurut Djoko, hal ini dilakukan agar kelompok masyarakat menengah atas mau meninggalkan mobilnya dan beralih ke transportasi massal.
Pasalnya, kata Djoko, berdasarkan hasil survey sebelum pandemi, rata-rata pengguna kendaraan pribadi dalam sehari menghabiskan ongkos transportasi per hari kisaran Rp 75.000-Rp 100.000.
Baca juga: Penumpang Soroti Kondisi Stasiun LRT Cawang dan Halte BNN, Satu Bangunan tapi Bagai Langit dan Bumi
Kemudian, ada pembanding layanan Bus JR Connection yag cukup laris bertarif Rp 20.000 sekali perjalanan berhenti di pusat Kota Jakarta, seperti Kawasan Blok M dan Monas.
Fiki Ahmad (42), warga Pasar Minggu, menyarankan tarif layanan Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek dari stasiun awal hingga stasiun akhir dipatok Rp 15.000.
Menurut dia, tarif yang tak terlalu tinggi ini agar LRT Jabodebek bisa bersaing dengan layanan transportasi lain, yakni Transjakarta dan kereta rel listrik (KRL).
"Idealnya, dari Stasiun Dukuh Atas ke sini (Stasiun Harjamukti) Rp 15.000, biar imbang sama Transjakarta dan KRL," ucapnya saat ditemui di Stasiun Harjamukti, Depok, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Warga Bekasi Sebut LRT Jabodebek Hemat Waktu Perjalanan
Mahasiwa Universitas Indonesia, Resa (28), menilai tarif moda transportasi LRT Jabodebek masih terlalu mahal baginya.
Resa berharap tarif LRT Jabodebek dapat ditekan lebih murah lagi supaya bisa dijadikan moda transportasi alternatif selain Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline untuk menunjang mobilitasnya.
"Kalau Rp 10.000 masih saya rutinin, tapi kalau (sampai) Rp 27.000 dari Jatimulya ke Dukuh Atas saya skip sih," ujar Resa saat di Stasiun Jatimulya, Kabupaten Bekasi, Senin (28/8/2023).
Reza menilai tarif LRT tersebut masih terlalu mahal, terlebih lagi ia masih harus menempuh moda transportasi lain untuk mengantarnya ke kampus.
Baca juga: Tarif Maksimal LRT Jabodebek Disarankan Rp 15.000 agar Warga Mau Beralih ke Transportasi Umum
"Kayak saya ke Dukuh Atas menuju kampus saya di Salemba masih harus naik yang lain (ojol)," sambung dia.
Hal senada juga diucapkan oleh Mae (22), pegawai swasta di Jakarta Selatan. Dirinya harus merogoh kocek lebih jika naik LRT daripada KRL.
"Kalau jarak paling jauh Rp 27.000, kemahalan, PP (pulang pergi) sudah Rp 50.000 lebih. Kalau maksimal Rp 20.000 masih masuk sih," ujarnya.
Sebagai informasi, berikut rincian lengkap tarif LRT Jabodebek setelah masa promo berakhir:
Baca juga: LRT Jabodebek dan Misi Mengurangi Polusi Udara
Pembayaran tiket LRT Jabodebek menggunakan sistem cashless, baik dengan kartu uang elektronik perbankan (BRI, BNI, Bank Mandiri, BTN, BCA, dan Bank DKI Jakarta), KMT KAI Commuter, scan QRIS Link Aja, dan KAI PAY.
(Penulis : Firda Janati | Editor, Muhammad Naufal : Irfan Maullana, Ihsanuddin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.