Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perantau Puluhan Tahun di Jakarta, Zaman Dulu Sering Lihat Mayat di Jalanan

Kompas.com - 08/09/2023, 19:16 WIB
Baharudin Al Farisi,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Supriyadi (49), kuli bangunan asal Wonosobo yang kini menetap di Jakarta menceritakan salah satu pengalamnya selama menjadi perantau di Ibu Kota.

Untuk diketahui, Supriyadi merantau dari Wonosobo, Jawa Tengah ke Jakarta pada 1988, sewaktu usianya masih 13 tahun.

Pada 2000, dia mulai tinggal di wilayah Sunter, Jakarta Utara dan resmi menjadi warga Jakarta pada 2008.

Baca juga: Ingin Mengadu Nasib ke Jakarta? Simak Kiat Perantau yang Satu Ini

Supriyadi sudah melanglang buana di sudut kota Jakarta untuk mencari sesuap nasi.

Dalam satu masa, periode 1990 sampai 2000, dia beberapa kali tidak memiliki pekerjaan dan terpaksa tidur di jalanan.

Pada saat itu, kata dia, tingkat kriminalitas masih tinggi. Supriyadi tidak memungkiri dia tidur dengan perasaan cemas.

“Walah, Mas. Kadang-kadang sih, ngeri-ngeri sedap ya kalau lagi kayak gitu (tidur di jalan),” kata Supriyadi saat ditemui Kompas.com di Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat (8/9/2023).

Suatu ketika di kawasan Sunter Agung, Supriyadi hendak pergi ke sebuah pasar.

Baca juga: Alasan Supriyadi Merantau ke Jakarta: Barang Bekas Pun Bisa Jadi Duit

Di tengah perjalanan, dia menemukan sesosok mayat yang tergeletak di pinggir jalan.

“Di seberang Danau Sunter, saya sudah kerja jadi kuli bangunan. Iseng tuh, pengin main ke pasar. Jam 5 saja sudah ketemu mayat di jalanan. Itu zaman 1994 atau 1995 gitu,” kata Supriyadi.

Kejadian itu hanya sekali dialami Supriyadi. Dia mengaku sering melihat mayat di beberapa sudut Ibu Kota selama merantau.

“Sering (melihat mayat), yang motor masih tergeletak, tasnya masih tercantol tapi orangnya sudah mati. Ya makanya ngeri-ngeri sedap (tidur di jalanan),” tutur Supriyadi.

Beruntung, Supriyadi tidak pernah merasakan pengalaman pahit selama harus bermalam di jalanan.

Baca juga: Merantau Itu bagai Anak Baru Masuk Sekolah, Harus Adaptasi untuk Naik Kelas

“Kalau zaman dulu, ya sering (lihat mayat). Saya pernah mengalami lihat (mayat) di danau. Saya bukan enggak berani ngomong atau apa, ya habis bagaimana amannya badan kita sendiri saja,” tutur dia.

Karena pengalaman tersebut, Supriyadi mengaku sampai terbiasa melihat kriminalitas di zaman itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Megapolitan
Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Megapolitan
Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Megapolitan
Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Megapolitan
Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Jukir Minimarket: Jangan Main Ditertibkan Saja, Dapur Orang Bagaimana?

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Rubicon Mario Dandy Turun Harga, Kini Dilelang Rp 700 Juta

Megapolitan
Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Anggota Gangster yang Bacok Mahasiswa di Bogor Ditembak Polisi karena Melawan Saat Ditangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com