JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan Tugu Monas, namun Salak Condet dan Elang Bondol lah yang menjadi maskot DKI Jakarta sebagaimana ditentukan oleh Gubernur DKI masa itu, Ali Sadikin lewat Keputusan Gubernur Nomor 1796 Tahun 1989.
Namun, keberadaan Salak Condet yang menjadi maskot DKI Jakarta ini semakin sulit ditemukan wujudnya.
Bahkan, di pasar buah sekalipun, nyaris tak ada lagi yang menjajakan buah komoditas asli Jakarta Timur itu.
Seakan menolak punah, ratusan pohon salak nyatanya masih bertahan hidup di tengah kampung padat penduduk Kelurahan Balekambang, Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Baca juga: Mencari Jejak Salak Condet yang Kian Tersembunyi
Kompas.com pun sempat bertandang ke kawasan bernama Cagar Buah Condet itu pada Rabu (20/9/2023) siang sekitar pukul 13.00 WIB.
Ini adalah rumah dari si maskot DKI yang semakin terpinggirkan keberadaannya.
Bagaimana tidak, setelah bertanya ke sana ke mari, tempat ini lah yang benar-benar menjadi pusat perkembanganbiakan salak condet.
Ada di bawah naungan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) Pemerintah Provinsi Jakarta, kebun cagar budaya itu dikelola oleh Pusat Pengembangan Benih dan Proteksi Tanaman DKI Jakarta.
Menurut informasi dari penjaga Cagar Buah Condet bernama Safarudin, dulunya kawasan ini adalah kebun milik warga Condet, yang kemudian dibebaskan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai lahan konservasi buah bersisik itu. Termasuk lahan dari orangtua Safarudin masa itu.
"Yang dibebaskan termasuk lahan orangtua saya sendiri, 1.500 meter. Itu dibebaskan antara 2006-2007. Dari dulu memang sudah seperti ini," kata dia saat ditemui Kompas.com di lokasi, Rabu (20/9/2023).
Baca juga: Maskot Kota Jakarta, Elang Bondol dan Salak Condet
Kini kebun itu memiliki luas hingga 3,5 hektar, menjadi lahan tempat pohon salak condet tumbuh subur, berdampingan dengan duku Condet di lokasi serupa.
Soal rasa, Safarudin mengklaim istilah beda pohon beda rasa. Benar saja, salak condet memiliki keunikan tiga varian rasa sekaligus, yaitu manis, asam, dan sepat.
Berbeda tingkat kematangan, beda pula tekstur dan rasa manisnya. Saya pun berkesempatan mencicip langsung buah Salak Condet yang dipetik Safarudin dari pohonnya.
"Ini biar percaya, saya enggak ngada-ngada ya, beda pohon beda rasa. Tuh kan," tutur dia sembari memberikan saya beberapa salak untuk dicoba.
Baca juga: Ditumbuhi Rerumputan, Tugu Maskot Jakarta Elang Bondol dan Salak Condet Dibersihkan
Teksturnya lebih berair. Rasanya agak sepat dengan manis mendominasi. Semakin matang, semakin melekat pula daging buah pada bijinya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.