JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengungkapkan berita kematian AR (51) di tangan tahanan lain bisa saja mengaktifkan detterence effect.
Detterence effect adalah efek yang bisa menakuti orang lain agar tidak membuat pelanggaran yang sama. Dengan demikian, hal ini bisa menekan tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak.
"Unik jadinya bahwa detterence effect datang bukan dari otoritas penegakan hukum melainkan dari kalangan yang justru sedang bermasalah dengan hukum," ujar Reza kepada Kompas.com, Jumat (22/9/2023).
Seperti diketahui, AR merupakan tersangka kasus pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri. Ia tewas dalam ruang tahanan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Metro Depok pada Minggu (9/7/2023).
Sayangnya, kematian tahanan berarti menghentikan proses hukum pelaku. Padahal, yang bersangkutan belum divonis apa pun.
"Ironis bahwa aparat penegak hukum gagal menjamin keselamatan tahanan dan mendukung terselenggaranya proses ajudikasi hingga tuntas," ujar Reza.
Kekerasan antarpelaku kejahatan dalam penjara atau prison culture, kata Reza, menjadi salah satu manifestasi dari gagalnya penegak hukum menjamin keselamatan tahanannya.
Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual Kerap Dapat Penganiayaan di Penjara, Perlukah Selnya Dipisahkan?
Sayangnya, kata Reza, hal ini sudah menjadi fenomena di seluruh dunia. Di sisi lain, ini justru harus jadi pertanyaan besar soal peran kepolisian dan kewajiban petugas sipir dalam pencegahannya.
Alhasil, Reza menuturkan, semestinya kejadian tewasnya tahanan di tangan tahanan lain diinvestigasi sebagai peristiwa pidana, bukan sebatas penataan manajemen ruang tahanan.
"Dengan mekanisme pidana diharapkan terungkap siapa saja pihak, termasuk selain para tahanan, yang barangkali juga harus bertanggung jawab," ungkap Reza.
Adapun penganiayaan bermula saat AR dijebloskan ke ruang tahanan Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Metro Depok pada 7 Juli 2023.
Baca juga: AR Mati di Markas Polisi, Benarkah Pelaku Kejahatan Seksual Anak Jadi Musuh Tahanan?
Kemudian, ada delapan tahanan yang bertanya AR terjerat kasus apa. AR lantas mengaku telah mencabuli anak kandungnya.
Mendengar hal ini, delapan tahanan itu kesal dan menganiaya AR karena pencabulan terhadap anak di bawah umur dianggap sangat tidak manusiawi.
AR sempat dimintai uang oleh sesama tahanan. AR ternyata juga sempat disundut rokok alat kemaluannya oleh sesama tahanan. Usai dianiaya, korban sempat pingsan.
Para tahanan yang menganiaya AR lalu melapor ke penjaga ruang tahanan Mapolres Metro Depok. Korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kelapa Dua, Depok.
Baca juga: Kemaluan Ayah yang Cabuli Anak Kandung di Depok Disundut Rokok oleh Sesama Tahanan
Di sana, AR dinyatakan meninggal dunia. Jenazah AR lalu dibawa ke RS Polri untuk diotopsi.
Delapan tersangka yang menganiaya AR adalah MY, EAN, FA, AN, A, N, MN, dan FNA.
Mereka dijerat Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
(Tim Redaksi : Muhammad Naufal, Jessi Carina, Ihsanuddin)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.