JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 35 bangunan liar yang dijadikan tempat prostitusi diluluhlantakkan oleh petugas pada Senin (16/10/2023). Bangunan ini berdiri di atas lahan PT KAI di Jalan Bandengan Utara 3, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat.
Lapak liar di pinggir tembok rel kereta itu, dikamuflase pemiliknya menjadi warung remang-remang.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat Agus Irwanto mengungkapkan, tempat prostitusi itu sudah beroperasi sejak lama.
Namun, karena adanya keluhan dari masyarakat, petugas gabungan akhirnya membongkarnya.
"Memang hal ini (pembongkaran) terjadi karena adanya keluhan masyarakat, baik Penjaringan maupun yang ada di Tambora terkait aktivitas yang sangat melanggar aturan dan meresahkan masyarakat," kata Agus saat ditemui di lokasi.
"Kegiatan masyarakat berkaitan dengan prostitusi dan juga hal-hal lain yang melanggar," lanjut dia.
Agus menyampaikan, bisnis prostitusi terus bergeliat meski berdiri di atas lahan PT KAI. Padahal, petugas beberapa kali menghancurkan lapak-lapak liar di kawasan itu.
Sebelumnya, petugas juga telah menyosialisasikan perihal adanya pembongkaran. Ia menyatakan, pemilik bangunan bukan warga setempat. Dengan demikian, mereka tak akan direlokasi.
"Mereka juga merasa bukan berada di tempat yang tepat, dan mereka tidak punya hak untuk bertahan sehingga mereka membongkar sendiri bangunannya," jelas Agus.
Bangunan di pelintasan kereta api yang telah diratakan dengan tanah nantinya bakal dikembalikan sesuai fungsinya.
"Kami akan juga melakukan penataan dengan penanaman pohon. Tentunya setelah kondisi cukup baik nantinya kami lakukan penanaman pohon," papar dia.
Baca juga: Modus Warung Pinggir Rel Tambora Jual Kopi Sambil Bisnis Prostitusi
Sementara itu, warga bernama Udin (50) menyatakan, bangunan liar telah dibangun sekitar tahun 1980-an. Demikian pula dengan praktik prostitusi yang ada di dalamnya.
"Sudah ada sangat lama. Saya pindah ke Jakarta tahun 1988 saja ini sudah ada," ungkap Udin.
Sepengetahuannya, warung tersebut kerap didatangi pria hidung belang. Mereka akan tiba saat malam hari, lalu memberikan isyarat bila hendak menyewa seorang pekerja seks komersial (PSK).
Biasanya, para PSK mencari pelanggan sembari duduk di Gang Royal, Jakarta Utara, yang berseberangan dengan lapak.
"Sepanjang jalan pakai senter cowoknya untuk menarik perhatian. Nanti ada (PSK) yang menghampiri," ucap dia.
Ketika malam, pelanggan mulai berdatangan ke lapak-lapak warung di pinggir rel. Hal ini ditandai dengan suara musik yang memekakkan telinga.
"Warga ini resah. Masalahnya ratusan wanita, ya pada intinya melakukan maksiat," kata dia.
Baca juga: Lapak Prostitusi Berdiri di Pinggir Rel Tambora, Warga: Kami Resah, Ratusan Wanita Bermaksiat
Tempat prostitusi di pinggir rel itu laiknya penyakit kambuhan yang selalu muncul.
Warga lain bernama Nina (43) menuturkan, puluhan tahun bisnis haram terus menggeliat meski bangunannya diratakan dengan tanah.
Para pemilik menyulapnya menjadi warung kopi sekaligus tempat prostitusi.
“Sudah pasti berulang. Pembongkaran bukan sekali ini saja, sering. Tetapi warung ada lagi, ada lagi,” ujar Nina.
“Iya kayak penyakit, seharusnya dibongkar diratain enggak setengah-setengah,” sambung dia.
Dahulu, di lapak hanya ada meja seadanya. Para pelanggan yang datang pun duduk lesehan tanpa kursi. Seiring berjalannya waktu, pemilik membangun lapaknya yang dilengkapi dengan kamar.
"Saya di sini saja sudah 20 tahun. Itu (tempat prostitusi) sudah ada. Di sini warung saja jual kopi, tetapi dijadikan tempat buat prostitusi,” kata Nina.
Baca juga: Warga Sebut Lapak Prostitusi Pinggir Rel di Tambora Berdiri sejak Puluhan Tahun
Posisi lapak berdekatan dengan permukiman. Sebagai orangtua, Nina juga khawatir dengan pergaulan anak-anaknya.
“Kalau dibilang mengganggu, sangat mengganggu karena kami ada anak. Otomatis dari lingkungan, waswas ya itu sudah pasti ada. Cuma mau bagaimana lagi, kami sebagai warga mau bagaimana,” tutur dia.
Sepengetahuannya, para PSK merupakan perantau. Mereka biasanya menempati rumah kos yang telah disediakan sang muncikari.
“PSK biasanya orang-orang daerah, orang sini enggak ada. Sekarang dari mana-mana Bandung, Sukabumi, Lampung,” jelas Nina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.