Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Kompas.com - 29/11/2023, 07:06 WIB
Baharudin Al Farisi,
Jessi Carina

Tim Redaksi

Hanya saja, ia kehabisan tenaga. Petugas berhasil mengamankan Masta dan temannya karena dianggap melawan petugas. Keduanya dibawa ke Koramil dan Kantor Polisi.

“Saya tanya, ‘Pak, ada apa ini? Kok saya dibawa ke sini? Salah saya apa, Pak? Apa saya maling? Apa saya membunuh?’, (dijawab) ‘ibu tadi melawan’. Kalau mau cek, ada foto kami di majalah yang terbit pada saat itu,” ujar Masta.

Baca juga: Kampanye di GOR Ciracas, Anies Singgung Penggusuran Kampung Akuarium

Tujuh tahun bertahan dengan tenda

Seiring berjalannya waktu, perkara sengketa tanah antara warga Kampung Tanah Merah dan Pertamina bergulir di meja hijau.

Masta mengeklaim, kasus tersebut dimenangkan oleh warga Kampung Tanah Merah hingga tingkat Mahkamah Agung.

“Keputusannya menyatakan bahwa ini tanah negara. Katanya, kembalikan rakyat ke tempat semula. Yang diakui 132 KK, termasuk saya. Bahkan, keputusannya sampai Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tetap sama,” ucap dia.

Meski begitu, warga yang bertahan dengan mendirikan tenda tetap diterbitkan oleh petugas Kamtib. Ia tidak mengetahui alasannya.

Menurutnya, penertiban petugas Kamtib pada saat itu sangat kejam.

“Makanya dulu di sini banyak (warga) yang gegar otak karena dipukuli, yang rumahnya dirobohkan. Pernah kami gotong seorang ibu yang pingsan ke kantor Wali Kota Jakarta Utara. Jalan kaki kami ke sana,” imbuh Masta.

“Kan yang membongkar di sini petugasnya dia. Kami gotong ke sana. Sampai di sana, kami bilang, ‘ini keadaan ibu-ibu yang sudah pingsan gara-gara kekerasan pegawai kamu',” tambah dia.

Selama tujuh tahun, tepatnya dari 1991 sampai 1998, warga Tanah Merah kucing-kucingan dengan petugas Kamtib.

Warga membongkar tenda saat matahari terbit, lalu mendirikan kembali ketika sang surya tenggelam.

“Iya (tujuh tahun bongkar pasang tenda). Jadi, kami kalau sudah siang, ya kepanasan. Sore jam 16.00 WIB, kan Kamtib sudah pulang, baru kami bangun lagi tenda. Kalau sudah pagi kan kami umpetin,” ungkap Masta sambil tertawa.

Selama periode tersebut, sudah tak terhitung jumlahnya warga berdemo di depan gedung DPR/MPR RI untuk meminta kejelasan atas tanah tersebut.

Saat era reformasi di bawah kepemimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie dimulai, warga berani mendirikan gubuk.

“Kamtib sudah tidak datang lagi, kami bangun gubuk, dikit-dikit, pakai triplek. Tahun 2000, sudah mulai datang warga, bikinlah. Sampai sekarang, sudah gede-gede rumahnya,” pungkas Masta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com