"Berkat perlindungan Tuhan, aku masih hidup dan tidak luka sedikit pun," ucap Soekarno saat itu.
Pascatragedi, Soekarno dengan amarahnya segera memerintahkan pengejaran terhadap para pelaku pelemparan granat. Dalam waktu 24 jam, pelaku ditangkap.
Penyerangan ini ternyata didalangi Jusuf Ismail, Sa'idon bin Muhammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar.
Berdasarkan penyelidikan, terungkap bahwa keempat orang ini adalah penghuni Asrama Sumbawa yang juga berlokasi di kawasan Cikini dan anggota dari pemberontak Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/TII).
Baca juga: Cara Presiden Soekarno Tanggapi Kritik di Coretan Tembok...
Berdasarkan hasil persidangan, keempat terdakwa pelaku tragedi Cikini diputuskan diberi hukuman mati di hadapan regu tembak pada 28 Mei 1960.
Tragedi pelemparan granat di Perguruan Cikini diduga bukan hanya sebuah aksi teror biasa, melainkan bertujuan untuk menyingkirkan Soekarno dari kursi kepresidenan.
Pada masa kepemimpinan Soekarno, banyak orang yang merasa tidak puas dengan kondisi politik yang terjadi saat itu.
Akibatnya, tercetus sebuah upaya untuk melakukan pembunuhan terhadap Soekarno. Salah satu cara yang digunakan pelaku adalah dengan melemparkan granat.
Ide ini sendiri tercetus ketika salah satu pelaku tengah melihat mobil Presiden Soekarno di Perguruan Cikini pada 30 November 1957 itu.
Baca juga: Sejarah Paskibraka di Indonesia, Berawal dari Perintah Presiden Soekarno
Pihak sekolah masih terus mengingat kelamnya peristiwa Cikini. Di salah satu ruangan rapat, tersimpan sebuah patung berwarna putih simbol dari peristiwa itu.
Patung yang terbuat dari semen putih itu berbentuk perempuan yang sedang berjongkok tertunduk memeluk seorang anak.
Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah Yayasan Perguruan Cikini Susiyanto mengatakan, patung itu simbol kepedihan peristiwa yang memakan korban sipil dan anak-anak.
Patung dibuat dengan simbol seorang ibu guru yang berduka memeluk siswanya yang menjadi korban granat teroris.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Presiden Soekarno Gagas Pembentukan Palang Merah Nasional
Sekolah yang menjadi saksi sejarah teroris generasi pertama ini pun terus berbenah. Banyak tokoh ternama menimba ilmu di sana.
Selain terkenal dengan kualitas pendidikan dan akademisnya, Perguruan Cikini ternyata juga memiliki sekolah kursus musik klasik.
Sekolah musik ini melahirkan harpis internasional Rama Widi, Achmad Albar, Cikini Stone Complex yang berubah menjadi Slank, serta band Sore dan Superglad.
Tak hanya sekadar sekolah rakyat partikelir yang hanya mengajarkan kursus bahasa Indonesia pada 1942, perguruan ini menjadi saksi bisu sejarah politik Orde Lama, hingga menelurkan musisi-musisi kenamaan Indonesia.
(Tim Redaksi : Dian Dewi Purnamasari (Kompas.id), Verelladevanka Adryamarthanino , Nibras Nada Nailufar, Wahyuni Sahara, Bayu Galih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.