Padahal, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat menyoroti hal tersebut setelah mendapat laporan pungli yang kerap terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, saat berkunjung ke kawasan bisnis tersebut, 10 Juni 2021.
Dalam pertemuannya dengan para sopir, Jokowi langsung menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan memintanya menuntaskan permasalahan tersebut.
“Kalau kami enggak kasih (uang), diperlambat sama mereka, dibongkarnya. Enggak satpam (yang melakukan pungli) dan segala macam. Sekarang mah ribet, apa-apa duit,” ungkap Nurhana.
“Katanya sudah enggak ada, dilarang pungli, tapi masih banyak pungli (di pelabuhan-pelabuhan),” imbuh dia.
Saat ditanya pelabuhan mana saja yang ada pungli, Nurhana tidak menyebutkan secara spesifik. Namun, ia memastikan, di setiap pelabuhan masih banyak pungli.
“Saat ini masih banyak, hampir setiap depo semua (ada pungli). Ya semua (pelabuhan) ada pelicin, pada minta semua,” kata dia.
Untuk memberikan uang kepada anak-anak Asmoro dan pelaku pungli di pelabuhan, para sopir kontainer menyiapkan duit recehan yang diambil dari uang jalan.
Uang jalan tersebut selalu mereka terima dari perusahaan sebelum mengantar barang ke tujuan masing-masing.
Nominal uang jalan yang diterima para sopir berbeda-beda. Sebab, hal tersebut diukur dari jarak tujuan pengantaran barang.
Namun, kata Nurhana, minimal uang jalan yang diterima sopir adalah Rp 600.000.
“Banyak sih pengeluaran (dalam satu kali perjalanan). Paling tidak, sisa Rp 100.000 (uang jalannya),” timpal Bagas.
Baca juga: Lika-liku Keseharian Sopir Truk Kontainer, Bertaruh Nyawa di Jalan Tanpa Asuransi Kesehatan
Selain itu, pemasukan para sopir truk kontainer setiap bulannya terbilang pas-pasan. Mereka menerima gaji berdasarkan jumlah pengantaran barang per bulan.
Untuk satu kali pengantaran barang ke tempat tujuan, para sopir truk kontainer menerima upah Rp 120.000.
“(Jumlah uang yang diterima per bulan itu) tergantung ramai atau enggaknya. Paling sedikit 15 tarikan. Paling Rp 2 juta (per bulan),” ungkap Fahrurozi.
Meski bekerja mempertaruhkan nyawa dan upah pas-pasan, rupanya para sopir truk kontainer tidak memiliki asuransi kesehatan.
“Enggak ada (asuransi kesehatan). Soalnya kami kan mitra, bukan karyawan,” tutur Nurhana.
Namun, Fahrurozi mengatakan, para sopir kontainer yang tergabung dalam serikat atau paguyuban kemungkinan besar akan mendapatkan asuransi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.