“Kejadian pelecehan yang menimpa adik saya terjadi pada tanggal 15 Februari 2024 dini hari, saat dia ikut mengantar surat suara ke gudang KPU di tingkat kecamatan,” ujar IH.
Mulanya, kata IH, proses pengantaran kotak suara berjalan lancar sebagaimana mestinya.
Sang adik waktu itu mengantarkan kotak surat suara bersama IA dan IV menggunakan sebuah mobil.
Baca juga: Rektor Universitas Pancasila yang Diduga Lecehkan Staf Kampus Dinonaktifkan
Ketika berangkat menuju gudang KPU, IV bertugas menyetir mobil. Sementara itu, IA duduk di kursi depan samping sopir dan WI duduk di belakang.
“Karena adik saya kelelahan, dia akhirnya enggak ikut membantu nurunin logistik di lokasi. Dia tidur di dalam mobil,” ungkap kakak korban.
Singkat cerita, korban akhirnya baru terbangun saat mobil sudah berada dalam perjalanan pulang.
Namun, saat terbangun, korban menyadari ada perpindahan posisi tempat duduk. Terduga pelaku yang sebelumnya duduk di kursi depan berpindah ke belakang dan duduk di sebelah WI.
“Pas di jalan pulang, pelaku tiba-tiba sudah duduk di belakang, sama adik saya. Jadi kursi di samping sopir itu kosong pas pulang,” tutur IH.
Melihat WI terbangun, IA kemudian berbasa-basi menanyakan kondisi korban.
Baca juga: Bantah Dugaan Pelecehan, Rektor Universitas Pancasila Serahkan Kasusnya ke Pihak Kepolisian
Ia bertanya apakah korban kedinginan atau tidak sambil memegang tangan WI.
“Adik saya mikirnya waktu itu gini, 'Oh mungkin bapak ini anggap saya sebagai anaknya. Jadi megang-megang tangan'. Soalnya si pelaku ini udah tua banget, usianya mungkin di atas 60 tahun. Terus akhirnya dibiarin sama adik saya, karena cuma memegang tangan saja,” ucap IH.
Namun, tindakan IA ternyata tak sebatas memegang tangan korban saja.
IA turut mencium kedua telapak tangan korban berulang kali hingga WI merasa risih.
“Adik saya takut mau teriak. Mau melakukan perlawanan, tapi enggak berani,” sambung IH.
Ketika mobil sudah dekat dengan apartemen, kelakuan bejat IA semakin menjadi-jadi.