Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Freddy Oplos Narkotika Jenis Ekstasi yang Diproduksi Sendiri dengan Mesin

Kompas.com - 14/04/2015, 18:30 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mesin pencetak salah satu narkotika jenis ekstasi milik terpidana mati Freddy Budiman (38) turut disita Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Mesin ini dipakai oleh Freddy dan komplotannya guna memproduksi pil-pil ekstasi yang dicampur dengan bahan lain dalam jumlah besar, kemudian dipasarkan ke seluruh Indonesia.

"Mesin itu bisa memproduksi 50.000 pil dalam satu jam. Bahannya dioplos, yang dari aslinya dicampur dengan yang kadarnya rendah sehingga satu pil bisa jadi tiga pil ekstasi," kata Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Budi Waseso, Selasa (14/4/2015).

Budi menjelaskan, mesin pencetak pil ekstasi itu sudah disiapkan oleh kaki tangan Freddy, yakni Yanto (50) dan Aries (36), dari bulan September 2014.

Awalnya, bahan membuat ekstasi beserta alat cetak itu disimpan di Cikarang. Freddy menyimpan kedua barang tersebut di sana sembari menunggu kiriman bahan membuat ekstasi karena belum lengkap.

Ketika sudah terkumpul semua, Freddy pun meminta Yanto untuk memindahkan bahan dan alat cetak ke salah satu bangunan bekas pabrik garmen di Jalan Kayu Besar, Jakarta Barat. Di sana, mereka sudah menyiapkan bahan membuat ekstasi sebanyak 54.000 pil.

"Barangnya (bahan) ada 54.000. Bahannya kalau dibuat bisa menghasilkan satu juta dari pil ekstasi saja," ucap Budi.

Selain memproduksi ekstasi dengan mesin sendiri, Freddy juga membawa narkotika jenis baru, yakni CC4, yang berbentuk seperti prangko.

Narkotika CC4 ini disebut Budi sebagai jenis yang paling baru beredar di Eropa, tetapi Freddy sudah bisa menyelundupkannya dan memasukkan ke Indonesia.

"Ini karena jaringan Freddy mencakup internasional. Dengan pengungkapan ini, harapan kami semoga jalur peredarannya bisa tertutup karena narkotika jenis prangko ini tiga kali lipat lebih berbahaya," kata Budi.

Freddy tidak sendiri. Dia berperan sebagai otak yang mengendalikan penjualan dan peredaran narkotika dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah.

Sementara itu, komplotannya yang bekerja di lapangan adalah Yanto (50), Aries (36), Latif (34), Gimo (46), Asun (42), Henny (37), Riski (22), Hadi (38), Kimung (31), Andre (30), dan Asiong (50).

Ada dua pelaku lain yang masih buron, yakni seorang warga negara Belanda bernama Laosan alias Boncel dan Ramon. Mereka semua disangkakan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Megapolitan
Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di 'Busway', Polisi Masih Selidiki

Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di "Busway", Polisi Masih Selidiki

Megapolitan
Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Megapolitan
Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Megapolitan
Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Megapolitan
Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Megapolitan
Bikin Surat Perjanjian dengan Jakpro, Warga Sepakat Tinggalkan Rusun Kampung Susun Bayam

Bikin Surat Perjanjian dengan Jakpro, Warga Sepakat Tinggalkan Rusun Kampung Susun Bayam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com