Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lulung dan Habiburokhman Kompak Tolak Hadiri Acara Pembuktian "Teman Ahok"

Kompas.com - 28/06/2016, 09:43 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua tokoh yang paling meragukan keabsahan KTP yang dikumpulkan oleh relawan "Teman Ahok" adalah Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau Lulung serta politisi Partai Gerindra Habiburokhman.

Saking tidak percayanya, mereka berdua sampai bernazar terkait pengumpulan KTP untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Habiburokhman bernazar akan terjun dari Monas jika KTP untuk Ahok mencukupi untuk maju per seorangan pada Pilkada DKI Jakarta 2017, sedangkan Lulung bernazar akan mengiris telinganya jika Ahok benar-benar maju melalui jalur per seorangan pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Untuk membuktikan pengumpulan satu juta KTP tersebut, Teman Ahok pun mengundang para tokoh dan warga yang meragukan keberadaan sejuta KTP pada Rabu (29/6/2016) di markas Teman Ahok, Pejaten, Jakarta Selatan.

Dalam proses rekapitulasi yang juga menjadi pembuktian sejuta KTP ini, Teman Ahok akan menghitung lagi secara manual jumlah KTP per kelurahan yang sudah dikumpulkan.

"Selain yang masih ragu, relawan dan perwakilan parpol juga kami undang untuk menghitung bersama. Jadi teman-teman semua lihat sendiri sejuta KTP itu sebanyak apa, bagaimana kualitasnya, dan bisa juga melihat proses input dan database yang kita bangun. Dan satu lagi, bantu kita menghitung ya," kata juru bicara Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas, dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/6/2016).

Teman Ahok pun telah menyebarkan sekitar 100 undangan bagi warga Jakarta untuk datang sebagai saksi dalam melakukan rekapitulasi KTP bersama.

"Kami sengaja mengundang yang percaya ataupun yang tidak percaya terhadap pengumpulan KTP, untuk datang menyaksikan rekapitulasi ini. Kami harap ini dapat menyudahi polemik yang beredar," kata Amalia.

Lulung dan Habiburokhman menolak

Menanggapi undangan tersebut, baik Lulung maupun Habiburokhman langsung menolaknya. Lulung beralasan tak diizinkan oleh pimpinannya, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz.

"Aku barusan telepon ketua umum (PPP versi Muktamar Jakarta), enggak dikasih izin. Dia (Djan) bilang, 'itu kan hitung-hitungan internal Pak Haji'," kata Lulung.

Menurut Lulung, nantinya Ahok akan memilih jalur partai politik karena tak yakin dapat melalui verifikasi jalur perseorangan yang sulit. Di sisi lain, ia juga menolak melihat wujud satu juta data KTP yang telah dikumpulkan Teman Ahok selama beberapa bulan ini.

"Sudahlah, pokoknya begini, saya nunggu rekapitulasi yang benar di KPU (Komisi Pemilihan Umum) saja, dan di ujungnya Ahok enggak mungkin maju independen, karena dia enggak yakin (lolos verifikasi independen)," kata Lulung.

Penolakan yang sama juga diungkapkan oleh Habiburokhman.

"Teman Ahok katanya mau mengundang orang-orang yang meragukan klaim KTP termasuk saya untuk melakukan verifikasi acak secara langsung, mohon maaf waktu saya terlalu berharga untuk menghadiri acara tersebut," kata Habiburokhman.

Bahkan, Habiburokhman menilai hal ini sebagai bentuk kampanye terselubung untuk mendukung rencana judicial review Teman Ahok ke Mahkamah Konstitusi (MK). Teman Ahok mengajukan judicial review Pasal 48 UU Pilkada.

"Dalam UU Pilkada yang baru, mengatur verifikasi faktual dilakukan dengan metode sensus, dengan menemui langsung setiap pendukung calon yang menyerahkan KTP-nya. Logikanya kalau data tersebut benar, mengapa mereka keberatan dengan metode sensus," kata Habiburokhman.

"Metode sensus yang diatur pada UU Pilkada tentu jauh lebih akurat daripada metode verifikasi survei alias acak yang ditawarkan oleh Teman Ahok," kata Kepala Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra tersebut.

Kompas TV Arteria: Kalau Ahok Didukung 1 Juta KTP, Mestinya tidak Takut Verifikasi Faktual
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com