Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM

Staf senior Komnas HAM yang saat ini bertugas sebagai Plt Kepala Bagian Penyuluhan dan Kasubag Teknologi Informasi Komnas HAM. Pada 2006-2015, bertugas sebagai pemantau/penyelidik Komnas HAM. Hobi menulis, membaca, dan camping.

Menjelang Vonis Ahok, Bersiap Melapangkan Dada

Kompas.com - 09/05/2017, 09:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan membacakan putusan persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Selasa 9 Mei 2017.

Akankah putusan pengadilan mampu memenuhi harapan publik, baik yang pro dan kontra, dan dapat menenun kembali rasa kebangsaan yang telah terkoyak?

Hakim mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang berat, karena kasus ini mendapatkan perhatian dan sorotan publik nasional dan internasional. Berbagai aksi massa yang mengatasnamakan umat Islam silih berganti untuk menuntut supaya kasus Ahok diputuskan sesuai dengan kehendak mereka.

Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa kasus ini adalah bentuk dari kriminalisasi atas Ahok. Putusan hakim patut diduga akan mendapatkan respons yang beragam, terutama bagi kelompok yang pro dan kontra.

Baca juga: Hakim: Putusan Ahok Sudah Siap, Ada 630 Lembar

Namun pada prinsipnya, semua pihak harus menghormati putusan pengadilan sebagai inti dari negara hukum (rule of law). Putusan pengadilan harus mengutamakan penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia khususnya hak atas keadilan dan persamaan di depan hukum.

POOL / KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara. Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya menyatakan banding.
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan, diadili oleh proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.

Setiap orang, pun dengan Ahok, berhak atas persamaan di depan hukum (equality before the law), sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 4 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa hak atas persamaan di depan hukum adalah satu di antara hak asasi manusia yang tidak dapat dibatasi, dihalangi, dikurangi dan atau dicabut atas dasar alasan dan di dalam situasi apapun (non derogable right).

Pasal ini mengandung arti bahwa hak untuk diperlakukan sama di depan hukum sifatnya mutlak, tidak bisa dibatasi, dikurangi, dicabut, dengan alasan apapun. Jadi, siapapun harus diperlakukan sama di depan hukum, termasuk Ahok.

POOL / KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara. Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya menyatakan banding.
Masyarakat pun berhak untuk menuntut agar setiap orang diperlakukan sama di mata hukum, jika ada indikasi sebaliknya. Tidak boleh ada diskriminasi ataupun perlakuan hukum yang berbeda atas dasar kepentingan, posisi atau kekuatan apapun.

Salah satu pertimbangan majelis hakim untuk memutuskan adalah tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di sidang pembacaan tuntutan pada 20 April 2017, JPU menuntut Ahok dengan hukuman penjara 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun.

Artinya, Ahok tidak perlu hidup di dalam bui jika selama 2 tahun tidak mengulangi perbuatannya. Jaksa menuntut Ahok dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 156 KUHP tentang permusuhan, bukan dituntut dengan dakwaan primer Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

Tuntutan yang dinilai rendah itu dikecam oleh tokoh gerakan 212 atau Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI karena jaksa dianggap bermain-main dengan kasus Ahok. Mereka pun melakukan aksi di Gedung Mahkamah Agung pada 5 Mei 2017 untuk menuntut independensi hakim dalam memutus perkara dan menyampaikan aspirasinya ke Komisi Yudisial.

Di sisi lain, kelompok pro Ahok meminta agar hakim menjatuhkan vonis secara bebas dan tanpa terintimidasi. Kemerdekaan untuk memutuskan ada di tangan majelis hakim.

POOL / KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok usai mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara. Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya menyatakan banding.
Apakah nantinya majelis hakim akan memutuskan lain dengan putusan yang melebihi tuntutan JPU (ultra petita) atau sebaliknya, menjadi sepenuhnya kewenangan dan kemerdekaan lembaga peradilan yang akan mengambil putusan demi keadilan dan kepentingan publik sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com