Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Staf Menteri PUPR Ini Jelaskan 3 Alasan Perlunya Reklamasi

Kompas.com - 17/05/2017, 18:13 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Firdaus Ali mengatakan ada tiga alasan perlunya dilakukan reklamasi di Teluk Jakarta.

Hal itu disampaikannya saat menghadiri diskusi bertema "Reklamasi Pantai Utara Jakarta, Bagaimana Nasibmu Nanti?" yang digelar di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).

Menurut Firdaus, hal pertama perlunya reklamasi di Teluk Jakarta adalah terbatasnya lahan untuk menampung penduduk Jakarta yang semakin hari semakin bertambah.

Firdaus mengatakan saat ini penduduk DKI Jakarta mencapai 13 juta jiwa. Sedangkan total luas Jakarta hanya 662 kilometer persegi.

Firdaus mengatakan, penduduk Jakarta dua kali lipat lebih banyak dibanding penduduk Singapura.

Baca: Anies Ingin Buat Pelabuhan di Pulau Reklamasi, Ini Kata Djarot

Padahal, kata dia, wilayah Singapura lebih luas dibanding luas Jakarta. Menurut Firdaus, Singapura memiliki total luas wilayah mencapai 750 kilometer persegi dengan penduduk hanya 4,9 juta jiwa.

"Tidak heran kalau kemudian RTH (ruang terbuka hijau) kita kurang dari 10 persen. Sedangkan Singapura punya 49 persen. Jadi kelihatan sekali," kata Firdaus.

Menurut Firdaus, pengembangan Jakarta tidak mungkin lagi dilakukan ke arah selatan, timur, maupun barat. Sehingga satu-satunya peluang yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan kawasan Teluk Jakarta di wilayah utara.

"Kita tidak mungkin ke kanan dan ke kiri. Karena tidak mungkin Bekasi mau kasih sejengkal pun, apalagi Tangerang. Jadi peluang yang ada adalah peluang di depan kita di laut," ucap pakar air dan pendiri Indonesia Water Institute ini.

Firdaus mengatakan alasan kedua perlunya reklamasi adalah untuk merestorasi Teluk Jakarta yang kini sudah tercemar.

Baca: Amien Rais Tantang Luhut Adu Data dengan Para Penolak Reklamasi

"Kita idealnya dapat ruang baru, lalu kemudian merestorasi Teluk Jakarta. Dua hal, yakni butuh ruang baru dan butuh untuk merestorasi. Butuh uang banyak. Sehingga kemudian dalam skemanya melibatkan pihak swasta," kata Firdaus.

Adapun hal ketiga yang disebut Firdaus merupakan alasan pentingnya reklamasi adalah untuk mengendalikan penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut.

Menurut Firdaus, jika dibiarkan, penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut dapat membuat 13 sungai besar di Jakarta tidak bisa lagi dialirkan ke Teluk Jakarta. Dan cara untuk mencegah hal itu terjadi adalah dengan melakukan reklamasi di Teluk Jakarta.

"Diperlukan rekayasa. Karena tidak mungkin menaikan lagi tanah yang turun ke atas, menggunakan paranormal dan bantuan kiai-kiai, berkumpul di Jakarta Utara dan berdoa," ucap Firdaus.

Kompas TV Luhut mengaku perlu bicara dengan Anies -Sandi untuk membatalkan niatnya yang berencana menghentikan proyek reklamasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com