Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut Pemprov DKI Tak "Soft" Hadapi Warga Waduk

Kompas.com - 10/09/2013, 14:48 WIB
Ratih Winanti Rahayu

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan ada yang salah dari cara pendekatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap warga yang terkena normalisasi waduk. Pemprov dianggap kurang soft ketika melakukan pendekatan.

"Antara Ria Rio sama Pluit kasusnya berbeda tapi pendekatannya sama. Pendekatannya kurang soft. Komunikasi yang dialogis kurang dilakukan," kata Ketua Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM, Komnas HAM RI, Natalius Pigai, di Waduk Ria Rio, Selasa (10/9/2013).

Natalius mengatakan, Komnas HAM menuntut pemerintah dan PT Pulomas Jaya supaya transparan dalam proses perelokasian warga ini. Warga berhak mengetahui kebenaran dari semua informasi mengenai proses relokasi ini.

"Keterbukaan informasi itu kan hak asasi semua manusia. Jadi, PT Pulomas sebaiknya mem-publish semua data-data yang mereka punya. Tunjukan kalau tanah ini memang benar sudah milik mereka (PT Pulomas Jaya)," ujarnya.

Meski begitu, Komnas HAM juga mengimbau warga di sekitar Waduk Ria Rio tidak boleh menolak untuk direlokasi jika mereka benar tinggal di atas tanah PT Pulomas Jaya. "Komnas HAM menyetujui relokasi jika tanah itu benar-benar tanah milik Pulomas. Warga tidak boleh menolak lagi karena warga sudah mengakuinya," terang Natalius.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendatangi warga di sekitar Waduk Ria Rio, Selasa (10/9/2013), untuk meninjau patok atau batas tanah yang ada di sekitar waduk tersebut. Selain itu, Komnas HAM mendatangi Waduk Ria Rio untuk menanyakan kepada warga mengenai legalitas tanah yang diklaim dimiliki oleh warga secara turun temurun.

Komnas HAM ingin memastikan tidak ada hak asasi warga yang dilanggar. Komnas HAM berupaya agar kejadian di Waduk Pluit tidak terulang lagi di Waduk Ria Rio.

"Komnas HAM tidak akan menoleransi jika ada warga atau pemerintah yang melakukan kekerasan. Kami tidak mengadvokasi warga. Kami hanya memposisikan sejajar sama warga dan pemerintah. Kami berusaha netral," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com