Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa di beberapa jalur transjakarta memang tidak ramah dengan kaum difabel. Ia pun telah menugaskan Kepala Unit Pengelola (UP) Transjakarta Pargaulan Butarbutar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Betul, ada beberapa jalur yang tidak bagus. Sekarang lagi saya tugaskan Pak Butarbutar untuk membereskan," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Senin (21/10/2013).
Salah satu aspek yang akan dibenahi adalah ketersediaan petugas UP Transjakarta untuk mendampingi maupun membantu penumpang difabel transjakarta. Dia juga sedang mengkaji jalan terbaik untuk UP Transjakarta, apakah dibuat menjadi BUMD ataupun tetap berada di bawah Dinas Perhubungan DKI.
"Kita lagi mau benahi nih. Mungkin mau kita ganti lagi Kepala UP-nya, atau bagaimana?" kata Basuki.
Sebelumnya, tidak ramahnya angkutan transjakarta kepada difabel dialami Heru (43) yang merupakan penyandang tunanetra. Meski transjakarta memberikan kenyamanan kepadanya, dia juga mengaku bingung karena adanya transit di setiap halte. Pada Minggu (20/10/2013) siang lalu, ia naik transjakarta hendak berkunjung ke rumah saudaranya di Kalideres.
Dari rumah, ia naik transjakarta tujuan Pinang Ranti-Pluit dan harus transit di Halte Grogol untuk naik transjakarta tujuan Kalideres. Saat naik transjakarta dari Halte Pinang Ranti, dia sudah memberikan informasi kepada petugas on board mengenai tujuannya hendak ke Kalideres. Sampai di Halte Grogol untuk transit, tidak ada petugas yang berjaga untuk menemaninya. Malah, petugas yang ada meminta tolong kepada penumpang untuk menemani Heru menuju halte transit Kalideres.
"Saya suka agak keder (bingung) kalau transit di halte transjakarta," ujar Heru kepada Kompas.com, Minggu, (20/10/2013) lalu.
Menurut Heru, sebenarnya sistem transit bisa diatasi bila ada petugas yang khusus mendampingi para difabel saat harus berjalan di setiap halte transit. Namun, sering kali saat sedang transit di halte transjakarta, ia justru jalan menuju pintu keluar.
Heru yang sehari-harinya bekerja sebagai tukang pijit panggilan di sekitar daerah Pondok Gede, Jakarta Timur, ini mengaku lebih mudah menggunakan bus karena di samping mudah menghapal jalannya, ia juga tidak perlu dibuat berputar-putar seperti saat naik transjakarta. Namun, untuk kenyamanan di dalam bus, ia lebih memilih menggunakan transjakarta. Sementara jika naik angkutan umum seperti mikrolet, dia mengaku khawatir dengan faktor keamanannya.
Dia berharap, kelak transportasi umum lebih ramah dengan difabel seperti dirinya. Bukan hanya transjakarta dan bus, dia juga berharap kereta pun ramah dengan mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.