JAKARTA, KOMPAS.com
— Unit Pengelola Transjakarta kembali membuka dua rute baru lintas koridor, yakni PGC-Ancol dan Lebak Bulus-Harmoni. Selain rute baru, pengelola angkutan publik ini menyiapkan tenaga sopir dan teknisi dengan kompetensi lebih baik.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meresmikan dua rute itu di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (22/1). Ada 30 unit bus gandeng baru: 15 unit untuk rute PGC-Ancol dan 15 unit lain untuk rute Lebak Bulus-Harmoni.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi, jumlah penumpang dari PGC tujuan Ancol relatif tinggi. Namun, mereka harus ganti koridor, yakni Kampung Rambutan-Kampung Melayu dan Kampung Melayu-Ancol.

”Rute PGC-Ancol ini penggabungan Koridor V dan Koridor VII. Adapun Lebak Bulus-Harmoni dibuka untuk memberikan kemudahan warga di selatan Jakarta mengakses transportasi publik,” kata Pristono.

Pristono menambahkan, rute-rute baru itu memberikan alternatif bagi penumpang bus antarkota antarprovinsi (AKAP) bertransportasi di dalam kota. Mereka yang datang dari barat bisa memanfaatkan transjakarta rute Kalideres-Bundaran Senayan, sementara dari timur bisa ke kota dengan Pulogadung-Bundaran Senayan. ”Mereka tidak perlu dua kali ganti koridor.”

Penumpang dari Pulogadung yang menuju ke Bundaran HI, kata Pristono, relatif banyak. Dengan beberapa rute baru ini, beban Harmoni berkurang.
Kelola sopir

Sri Ulina Pinem dari Humas UP Transjakarta menambahkan, selain empat rute baru yang diluncurkan sejak ulang tahun ke-10 transjakarta, Rabu (15/1), pihaknya merekrut pengemudi baru dengan syarat lulus tes kesehatan, berpengalaman, dan mengantongi SIM B2.

”Ada 184 pengemudi baru. Mereka langsung dikelola UP Transjakarta dengan harapan pelayanan lebih baik. Pengemudi yang dikelola operator telah beberapa kali mogok menuntut perbaikan kesejahteraan dan tuntutan lain sehingga mengganggu pelayanan,” kata Sri.

Sejak awal Januari 2013, menurut catatan Kompas, ada sedikitnya enam kali mogok massal sopir transjakarta. Pada 7 Desember 2013, misalnya, sopir Koridor V (Kampung Melayu-Ancol) dan Koridor VII (Kampung Rambutan-Kampung Melayu) mogok kerja menuntut operator membayarkan gaji tepat pada awal bulan. Pemogokan itu mengganggu pelayanan, antara lain terjadi penumpukan penumpang di sejumlah halte.

Pada 12 Juni 2013, para sopir dan teknisi bus transjakarta di PT Jakarta Express Trans (JET) mogok, antara lain dipicu berakhirnya kontrak kerja PT JET sebagai operator bus transjakarta dengan UP Transjakarta pada 14 Juli 2013. Pada 10 Juni 2013, 150 sopir dan teknisi bus transjakarta di PT JET mogok kerja karena penambahan upah mereka selama enam bulan belum dibayar.

Sri Ulina menambahkan, pengambilalihan pengelolaan sopir bukan dalam rangka ”memakan” jatah operator. ”Ini semata untuk memperbaiki pelayanan. Pengelola tidak ingin operasional terganggu karena pengemudi atau teknisi mogok kerja,” ujarnya.

Para sopir hasil seleksi baru telah menjalani orientasi langsung di koridor. Orientasi serupa ditempuh oleh teknisi mesin. Harapannya, mereka bisa mengetahui dan memprediksi kondisi bus selama bus berjalan.

Akhir tahun 2013, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah UP Transjakarta menjadi PT Transjakarta. Hal ini mengubah pengelolaan transjakarta menjadi BUMD.

Sejalan dengan perubahan itu, Pemprov DKI Jakarta menetapkan penyertaan modal PT Transjakarta Rp 5,2 triliun. Saat ini masih masa transisi pembentukan direksi PT Transjakarta yang nantinya di bawah kendali Gubernur DKI Jakarta.

Pekan ini uji kelayakan dan kepatutan mulai dilakukan untuk merekrut direksi dan komisaris PT Transjakarta. Mereka yang diprioritaskan masuk dalam BUMD ini adalah orang-orang yang berpengalaman dan ahli dalam bidang usaha transportasi massal. Hal ini dijelaskan Joko Widodo kemarin seusai pengesahan APBD DKI Jakarta tahun 2014. (MKN/NDY)