Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengelolaan Sampah Merugi, DKI Putus Kontrak dengan Swasta

Kompas.com - 08/02/2014, 12:13 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menghentikan kerja sama pengangkutan sampah dengan pihak swasta sejak Januari 2014 lalu. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan alasan pemutusan kerja sama itu disebabkan karena merugikan keuangan Pemprov DKI.

Menurut Basuki, pihak swasta, pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, PT Godang Tua Jaya (GTJ), telah mengajukan kerja sama dengan Pemprov DKI hingga Juni ini. Namun, Basuki menolaknya. "Kita mau kelola saja sendiri, beli ratusan truk sampah sendiri," kata Basuki di Jakarta.

Basuki menilai, perusahaan tersebut tidak memiliki kinerja baik, padahal tiping fee (biaya pembuangan) sampah terus bertambah. Dia juga mempertanyakan lahan pembuangan sampah yang diolah oleh PT GTJ. Karena ternyata lahan 100 hektar tersebut milik Pemprov DKI.

PT GTJ merupakan perusahaan pemenang lelang operator pengolahan sampah. Kebingungannya bertambah saat mengetahui kontrak yang terjadi antara Pemprov DKI bersama PT GTJ selama 15 tahun. Selama kontrak berjalan, tiping fee sampah yang harus ditanggung Pemprov DKI kepada PT GTJ selalu bertambah. Awalnya dibayarkan sebesar Rp 114.000 per ton. Tahun ini, tiping fee naik sebesar Rp 123.000 per ton.

"Tahun ini, kita bayar Rp 123.000 per ton untuk buang sampah di tanah saya. Logikanya, kalau itu tanah dia, bisa diterima, tapi ini kan tanah saya, jadi lucu," kata Basuki.

Biaya tiping fee itu di luar biaya angkut yang harus dibayarkan Pemprov DKI melalui Dinas Kebersihan kepada swasta. Untuk pengangkutan sampah dengan kendaraan tipe kecil Rp 22.393 per ton dan dengan tipe angkutan besar Rp 167.343 per ton.

Hal itu pula, menurut Basuki, yang menyebabkan Pemprov DKI tidak pernah mampu membeli truk sampah. Sebab, anggarannya habis untuk pembayaran tiping fee sebesar Rp 287,8 miliar per tahun dan biaya pengangkutan sampah yang cukup besar.

Menurutnya, Pemprov DKI lebih baik membeli lahan sendiri untuk tempat pembuangan sampah akhir daripada harus mengeluarkan anggaran hingga Rp 400 miliar lebih per hatin.

DKI Merugi

Selama ini, pengelolaan sampah di Jakarta melewati beberapa tahap, mulai dari penyapuan dan pengumpulan sampah; pengangkutan dan pembuangan sampah serta; pengolahan terakhir sampah.

Untuk menyapu sampah per meter persegi, anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 2.777. Penyapuan ini untuk lokasi publik dan juga di kawasan pemukiman. Sementara untuk pengangkutan dari penampungan sementara menuju tempat penampuangan terakhir, mengeluarkan anggaran dengan dua tipe.

Pengangkutan dengan kendaraan tipe kecil Rp 22.393 per ton dan angkutan besar Rp 167.343 per ton. Hingga di Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta juga harus membayar Rp 123.000 per ton. Jika dihitung dari penyapuan hingga TPST Bantargebang, total anggaran yang harus dikeluarkan mencapai Rp 300.000 per ton.

PT GTJ mendapatkan kontrak kerja sama pengelolaan sampah dengan Pemprov DKI selama 15 tahun sejak 2008. Dalam perjanjian, mereka membangun pengelolaan sampah berteknologi Gassification, Landfill danAnaerobic Digestion (Galfad) dan menjual listrik serta kompos.

PT GTJ dinilai merugikan Pemprov DKI karena hingga saat ini, teknologi pengolahan sampah menjadi energi yang disebutkan dalam kontrak, tidak juga dibangun. Mereka belum membuat teknologi pengelolaan sampah dengan Galfad, melainkan hanya Landfill Gas, bukan Anaerobic Digestion. Padahal, tiping fee yang dibayarkan Pemprov DKI selalu meningkat tiap tahunnya.

Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta membayar Rp 123.000 per ton sampah ke PT GTJ. Sementara jumlah sampah DKI sekitar 6.000 ton sehari. Maka akan ada puluhan miliar rupiah mengalir ke PT GTJ setiap bulannya. Namun, kinerja yang dihasilkan tidak baik, karena pengelolaan sampah tidak menggunakan teknologi yang seharusnya di dalam kontrak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pastikan Kesehatan Pantarlih Pilkada 2024, KPU DKI Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan

Pastikan Kesehatan Pantarlih Pilkada 2024, KPU DKI Kerja Sama dengan Dinas Kesehatan

Megapolitan
Usai Dilantik, Pantarlih Bakal Cek Kecocokan Data Pemilih dengan Dokumen Kependudukan

Usai Dilantik, Pantarlih Bakal Cek Kecocokan Data Pemilih dengan Dokumen Kependudukan

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Sempat Melawan Saat Putrinya Hendak Membunuh, tapi Gagal

Pedagang Perabot di Duren Sawit Sempat Melawan Saat Putrinya Hendak Membunuh, tapi Gagal

Megapolitan
Kesal karena Susah Temukan Alamat, Ojol Tendang Motor Seorang Wanita di Depok

Kesal karena Susah Temukan Alamat, Ojol Tendang Motor Seorang Wanita di Depok

Megapolitan
Pemeran Tuyul yang Dibakar Joki Tong Setan di Pasar Malam Jaktim Alami Luka Bakar 40 Persen

Pemeran Tuyul yang Dibakar Joki Tong Setan di Pasar Malam Jaktim Alami Luka Bakar 40 Persen

Megapolitan
Ayah Dibunuh Putri Kandung di Duren Sawit Jaktim, Jasadnya Ditemukan Karyawan Toko

Ayah Dibunuh Putri Kandung di Duren Sawit Jaktim, Jasadnya Ditemukan Karyawan Toko

Megapolitan
Kunjungan Warga ke Posyandu Berkurang, Wali Kota Depok Khawatir 'Stunting' Meningkat

Kunjungan Warga ke Posyandu Berkurang, Wali Kota Depok Khawatir "Stunting" Meningkat

Megapolitan
Pengelola Istiqlal Imbau Pengunjung yang Pakai Bus Kirim Surat Agar Tak Kena Tarif Parkir Liar

Pengelola Istiqlal Imbau Pengunjung yang Pakai Bus Kirim Surat Agar Tak Kena Tarif Parkir Liar

Megapolitan
Jalan di Depan KPU Jakut Ditutup Imbas Rekapitulasi Ulang Pileg, Warga Keluhkan Tak Ada Sosialisasi

Jalan di Depan KPU Jakut Ditutup Imbas Rekapitulasi Ulang Pileg, Warga Keluhkan Tak Ada Sosialisasi

Megapolitan
Bus Pariwisata Digetok Rp 300.000 untuk Parkir di Depan Masjid Istiqlal, Polisi Selidiki

Bus Pariwisata Digetok Rp 300.000 untuk Parkir di Depan Masjid Istiqlal, Polisi Selidiki

Megapolitan
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor Buka Pelayanan untuk Pecandu Judi Online

RSJ Marzoeki Mahdi Bogor Buka Pelayanan untuk Pecandu Judi Online

Megapolitan
Motif Anak Bunuh Ayah di Duren Sawit: Sakit Hati Dituduh Mencuri hingga Dikatai Anak Haram

Motif Anak Bunuh Ayah di Duren Sawit: Sakit Hati Dituduh Mencuri hingga Dikatai Anak Haram

Megapolitan
Fahira Idris: Bidan Adalah Garda Terdepan Penanggulangan Stunting

Fahira Idris: Bidan Adalah Garda Terdepan Penanggulangan Stunting

Megapolitan
Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Panca Pembunuh Empat Anak Kandung di Jagakarsa

Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Panca Pembunuh Empat Anak Kandung di Jagakarsa

Megapolitan
Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit Ternyata Anak Kandung Korban

Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit Ternyata Anak Kandung Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com