Bantuan dari luar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sulit masuk. Selain melalui prosedur panjang, proses pemberian bantuan dibebani sejumlah pungutan yang seharusnya tidak diperlukan. Hal ini terjadi pada kasus pemberian bus transjakarta dan penataan taman.
”Sudah jelas kelihatan, surat penerimaan bantuan saja ada dua versi. Dari mana ini bisa terjadi. Sepertinya ada skenario ingin menggagalkan orang memberi bantuan. Lalu menggiring agar ada proyek dengan dana pemerintah,” kata Basuki, Rabu (12/3/2014), di Jakarta.
Dua versi surat penerimaan bantuan yang dimaksud ada di tangan Kepala Dinas Pelayanan Pajak Iwan Setiawandi dan Antonius Weno dari PT Rodamas. Kedua surat itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah DKI Jakarta.
Bedanya, surat yang dipegang Iwan tidak menyebut ada kewajiban membayar pajak reklame kepada pemberi bantuan. Sementara dokumen yang dipegang Weno menyebut pemberi bantuan harus menanggung beban pajak reklame.
Nilai pajak reklame tersebut Rp 30 juta per unit bus per tahun. Nilai ini jauh di bawah nilai bus yang disumbangkan ke DKI, yakni Rp 1,4 miliar per unit bus. Bukan hanya itu, pemberi bantuan juga harus menanggung biaya konsultan yang bekerja menaksir nilai bus bantuan.
Basuki kecewa, para pejabat terkait saling melempar tanggung jawab. Menurut dia, belum ada pihak yang bersedia bertanggung jawab terkait dua model surat itu. Ia menduga, semua ini didesain agar oknum pemerintah dapat memainkan proyek.
”Jika bantuan dari luar bisa ditolak, proyek pengadaan bus bisa dilakukan,” kata Basuki.
Kekecewaan Basuki semakin berlipat karena harus memakan jalur birokrasi yang berbelit. Pemberi bantuan itu juga harus bolak-balik mengurus dokumen pemberian bantuan.
”Setelah saya marah-marah di depan forum terbuka, semua pihak baru ingin mempercepat proses penerimaan bantuan,” kata Basuki.
Kemarahan Basuki memuncak saat dia menghadiri pertemuan antara perwakilan perusahaan pemberi bantuan bus dan sejumlah pejabat DKI Jakarta, Selasa (11/3). Setelah menggebrak meja rapat beberapa kali, Basuki keluar ruang pertemuan sebelum acara selesai.
Bukan sekali
Kasus penerimaan bantuan seperti ini, kata Basuki, bukan hanya sekali terjadi. Sebelumnya, beberapa kali pihak swasta ingin memberikan bantuan penataan taman kota, tetapi ditolak dinas pertamanan. Basuki tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi.
”Sepertinya memang harus dirombak birokrasi di Jakarta sebab terlalu banyak permainan kotor,” kata Basuki.
Terkait dua versi surat penerimaan bantuan bus, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan mengatakan menerima surat dalam bentuk draf. Sementara rancangan surat dibuat Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta.