Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Basuki: Jakarta Macet karena Polisi, Jaksa, Hakim Tak Kompak

Kompas.com - 07/05/2014, 10:00 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, kemacetan di Jakarta terjadi karena tidak kompaknya trio penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim. Penegakan hukum selama ini tidak memberi efek jera kepada para pelanggar hukum.

Basuki menjelaskan, sesuai peraturan yang ada, penindakan di jalan raya harus dilakukan oleh polisi, bukan petugas dari Dinas Perhubungan. Namun, polisi juga tidak diperbolehkan mengenakan besaran denda (slip biru) karena hal tersebut menjadi wewenang hakim, yang sebelumnya harus melalui tuntutan dari jaksa.

"Saya pernah minta polisi bisa tilang pakai slip biru saja, biar bisa denda maksimal supaya orang kapok. Tapi jaksa protes karena polisi tidak bisa kasih slip biru.  Mereka (polisi) bilang, bisa ribut dengan jaksa (kalau kami bisa kasih slip biru)," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (7/5/2014).

"Kita juga sudah minta hakim denda maksimal, tapi hakim lihat muka kasihan, tidak jadi kasih denda maksimal. Padahal namanya hukuman itu kan untuk memberikan efek jera," katanya lagi.

Basuki lalu mencontohkan situasi lalu lintas di Jakarta. Menurutnya, sering kali kemacetan yang terjadi karena di perempatan banyak pengendara kendaraan bermotor yang berhenti di depan marka jalan saat lampu sedang merah, sehingga kemudian menghambat arus kendaraan dari arah lain yang sedang hijau. Belum lagi, kendaraan-kendaraan yang memotong jalan arus kendaraan lain.

Para pelanggar lalu lintas tersebut, kata dia, selalu tidak mengindahkan keberadaan petugas Dinas Perhubungan yang rutin berada di lapangan karena sudah mengetahui bahwa petugas Dinas Perhubungan tidak bisa melakukan penindakan.

"Kalau di luar negeri, ada yang melanggar, petugas Dishubnya cuma tinggal keluarin slip biru, yang kena tilang harus setor ke bank. Kalau tidak nyetor, akan kena denda dua kali lipat. Kalau tidak senang putusan ini ya kamu baru ngajuin ke hakim. Kalau hakim membuktikan kamu bersalah, dendanya dua kali lipat. Makanya kalau sudah salah, orang tidak akan pernah mau ke hakim. Kalau di kita kan semua mesti ke hakim," ujar Basuki.

Karena itulah, Basuki menegaskan, harus menjadi presiden terlebih dahulu agar lebih mudah mengatur Jakarta. Menurutnya, presiden memiliki wewenang untuk mengontrol tiga institusi penegak hukum tersebut.

"Karena itu Jokowi (Gubernur DKI Joko Widodo) nyapres supaya bisa kontrol polisi, kontrol jaksa, kontrol hakim. Saya saja kalau Pak Jokowi tidak jadi capres, biar saya saja yang jadi capres. Biar lebih mudah beresin Jakarta," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com