Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Birokrat DKI Paling Pintar Cari-cari Alasan

Kompas.com - 10/05/2014, 09:06 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan birokrat di Jakarta paling pintar cari alasan. Mereka mencari-cari cara agar anggaran yang seharusnya bisa dihemat, tetap bisa dijadikan proyek.

Dia mencontohkan yang terjadi pada jajaran Dinas Pertamanan. Basuki mengaku pernah meminta agar dinas itu tidak menganggarkan lagi dana untuk pengelolaan taman-taman kota. Sebab, menurutnya, akan ada beberapa pihak luar yang berencana akan mengambil alih pengelolaan taman di Jakarta.

Namun, menurut dia, rencananya tersebut tidak didukung. Padahal, katanya, bila didukung, maka Pemprov DKI akan dapat menghemat anggaran Rp 5-10 miliar per tahun per taman.

"Seluruh anggaran taman-taman besar di tepi jalan raya mestinya di-lock (tidak digunakan). Ngapain keluar duit, Bank Mandiri dan bank-bank lain pada mau bantu ngerjain tu taman. Eh, tapi mereka (Dinas Pertamanan) tidak mau kasi (pengelolaannya ke pihak lain)," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Basuki berujar, tidak akan ada kerugian apapun yang akan dialami oleh warga Jakarta apabila pengelolaan taman diserahkan ke pihak lain. Bahkan, selain dapat menghemat anggaran, ia menjamin taman-taman akan lebih baik jika diserahkan pengelolaannya ke pihak lain. Ia pun menjamin warga tidak akan kehilangan kebebasannya untuk berkunjung ke taman.

Selain itu, Basuki berpendapat, selama ini pengelolaan taman-taman oleh Dinas Pertamanan tak membuat taman di Jakarta lebih baik, walaupun dengan pendanaan yang besar. Basuki lalu mencontohkan Lapangan Banteng, di Jakarta Pusat, yang terkesan menyeramkan saat malam hari. Padahal, kata dia, kawasan tersebut menyerap anggaran lima persen setiap tahunnya.

"Berani tidak malam-malam ke Lapangan Banteng? Takut kan. Terus kenapa harus keluarin duit Rp 5 miliar untuk direhab terus setiap tahun. Apa yang direhab Rp 5 miliar. Terus belum lagi perawatan penjagaan dan pegawai yang sampai Rp 10 miliar," ujarnya.

Karena itu, Basuki menduga, tidak disetujuinya rencananya tersebut lebih disebabkan karena jajaran Dinas Pertamanan yang tidak mau kehilangan proyek pengelolaan taman yang jumlahnya relatif besar itu.

Adapun alasan dari Dinas Pertamaman yang mengkhawatirkan warga Jakarta akan kehilangan kebebasannya dalam mengunjungi taman, Basuki menilainya hanyalah alasan yang dibuat-buat.

"Jangan-jangan hanya karena Rp 5 miliar. 20 persen dari Rp 5 miliar kan Rp 1 miliar, lumayan tuh masuk kantong sendiri. Kalau mereka ada alasan, saya pikir itu karena dicari-cari. Orang di sini (Birokrat DKI) kan memang paling pintar cari alasan," ujar pria yang akrab disapa Ahok itu.

"Ingat tidak waktu pajak bus sumbangan. Awalnya mereka bilang rugi, begitu saya buktikan untung, mereka bilang untuk penerimaan bus harus izin Mendagri. Begitu saya buktikan tidak perlu, mereka cari alasan lagi, bilangnya bus di DKI harus pakai solar. Mati aja lu!" tukas Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com