JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti, menyarankan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak gegabah dalam menentukan langkah politik setelah mengundurkan diri dari Partai Gerindra.
Menurut Ikrar, Ahok harus menahan diri hingga resmi diangkat menjadi gubernur DKI menggantikan Joko Widodo (Jokowi) yang akan menjadi presiden ke-7 RI.
"Ia (Ahok) kan belum resmi jadi gubernur, jadi ia harus terlebih dahulu memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan tindakan yang akan diambil oleh DPRD DKI," kata Ikrar saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/9/2014).
Bila Ahok terburu-buru menentukan sikap politik, apakah akan bergabung dengan partai lain atau berdiri sendiri sebagai independen, Ikrar mengkhawatirkan DPRD DKI akan mengambil langkah yang akan menyulitkan Ahok menjalankan pemerintahan.
Terlebih lagi, kata dia, saat ini di DPRD DKI tengah terjadi pertarungan antara PDI Perjuangan dengan Partai Gerindra mengenai calon wagub DKI. Untuk itu, menurut Ikrar, Ahok harus mencermati terlebih dahulu situasi politik di dalam legislatif.
"Bisa jadi DPRD DKI menentukan wakil gubernur yang tak sesuai dengan Ahok. Jadi, situasi di DPRD ini turut memengaruhi pemerintahan Ahok setelah jadi gubernur nanti," ucap Ikrar.
Ketika disinggung parpol mana yang cocok untuk Ahok jika mantan Bupati Belitung Timur itu ingin bergabung dengan parpol, Ikrar menilai, PDI-P dan Partai Nasdem cocok dengan politisi seperti Ahok.
Khusus untuk PDI-P, Ikrar melihat Ahok punya kedekatan dengan elite parpol itu. (baca: Jika Keluar dari Gerindra, Ahok Jamin Tak Akan Membelot ke PDI-P)
Sebelumnya, Ahok mengundurkan diri sebagai kader Gerindra lantaran tidak terima dengan sikap Gerindra bersama Koalisi Merah Putih yang ingin pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD seperti Orde Baru. Ia merasa sikap Gerindra itu bertentangan dengan hati nuraninya lantaran dirinya dipilih oleh rakyat ketika menjadi Wagub DKI maupun Bupati Belitung Timur.
Menurut Basuki, DPRD seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran, dan bersama pemerintah daerah membuat peraturan daerah. Memberi kewenangan DPRD memilih kepala daerah hanya akan menyandera kepentingan rakyat.
"Jika RUU itu disahkan, tahun depan yang akan tampil menjadi kepala daerah adalah pimpinan DPRD itu, sementara jika pun terpilih menjadi kepala daerah, saya tidak mau menjadi budak DPRD," ujar Basuki.
Dia khawatir, pemilihan kepala daerah melalui DPRD hanyalah permainan elite politik agar bisa mencuri uang rakyat.
"Yang perlu diperbaiki justru bagaimana korupsi dan politik uang tak terjadi lagi, misalnya dengan mengecek kekayaan pejabat apakah sudah sesuai kewajiban membayar pajak atau belum," kata Basuki.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.