Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara PNS Jakarta Agar Dapat Gaji Tinggi

Kompas.com - 03/02/2015, 19:55 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi menerapkan tunjangan kinerja daerah (TKD) yang dibagi atas TKD dinamis dan TKD statis bagi para pegawai negeri sipil (PNS). Kebijakan ini berlaku untuk semua PNS, dari tingkat eselon I, II, III, IV sampai dengan PNS non-eselon.

TKD dinamis adalah TKD yang dihitung berdasarkan apa yang telah dikerjakan oleh si PNS. Sedangkan TKD statis dihitung berdasarkan tingkat kehadirannya. Namun bagaimana cara penghitungannya? Terutama penghitungan mengenai TKD dinamis.

"Jadi kalau dia semangat menyelesaikan seluruh pekerjaannya, ia bisa mendapatkan 100 persen TKD dinamisnya," ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Agus Suradika, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (3/2/2015).

Menurut Agus, pada penghitungan TKD dinamis setiap pekerjaan yang diselesaikan akan dihargai Rp 9000. Jumlah ini berlaku sama dari level pejabat di tingkat tertinggi, yakni sekretaris daerah sampai dengan staf biasa.

Untuk level lurah, jumlah TKD dinamis yang bisa ia kumpulkan setiap bulannya adalah sebesar Rp 13 juta. Sebab, jumlah pekerjaan yang ia miliki setiap bulannya adalah sekitar 1400. Semakin tinggi jabatan, maka semakin banyak pula pekerjaan yang ia miliki dan harus ia selesaikan.

Dengan jumlah tersebut, jumlah penghasilan maksimal yang bisa dikumpulkan oleh seorang lurah setiap bulannya adalah sebesar Rp 33 Juta. Jumlah tersebut terdiri atas gaji pokok Rp 3 juta, tunjangan transportasi Rp 4 juta, TKD statis Rp 13 juta, dan TKD dinamis Rp 13 juta.

"Pemahaman masyarakat sekarang, lurah dapat gaji Rp 33 juta. Sebenarnya tidak seperti itu. Lurah akan mendapatkan penghasilan Rp 33 juta kalau optimal bekerja. Tetapi kalau dia tidak optimal di masyarakat, maka dia tidak mendapatkn gaji seperti itu," kata Agus.

Cara menilai kinerja seorang PNS

Agus menjelaskan, kinerja seorang PNS akan dinilai oleh PNS lain yang menjadi atasannya. PNS di level terendah akan menginput data apa saja pekerjaan yang telah diselesaikannya pada hari itu. Data tersebut akan dikirim ke atasannya yang nantinya akan melakukan pengecekan ulang.

Pejabat yang menjadi atasan itu juga akan melakukan hal yang sama. Pola ini berlaku terhadap seluruh PNS yang berstatus non eselon, eselon IV, maupun eselon III.

Menurut Agus, para pejabat di level eselon II tidak perlu melakukan input data mengenai pekerjaannya karena TKD dinamisnya akan dihitung berdasarkan kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ia pimpin.

Sebagai contoh, TKD milik Kepala Dinas Perhubungan akan dihitung berdasarkan kinerja jajaran aparat dari instansi tersebut dalam menertibkan parkir liar dan angkutan umum yang mengetem sembarangan. "TKD pejabat eselon II itu TKD sundulan. Jadi berdasarkan kinerja anak buahnya," kata Agus.

Dia mengatakan, proses input data dibuka dari pukul 15.00-08.00. Tujuan pemberlakuannya dilakukan pada jam-jam tersebut adalah agar para pejabat bisa memanfaatkan jam kerjanya secara maksimal hanya untuk bekerja.

Penginputan data akan dilakukan lewat sistem e-TKD. "Input kita buka dari pukul 15.00 sampai 8.00 pagi. Artinya dia boleh input dari rumah. Input data masih bisa dua hari setelah hari H. Ditutup setelah hari keempat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com