Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendukung Budi Gunawan Bakar Kertas di Halaman PN Jaksel

Kompas.com - 10/02/2015, 12:05 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Massa pendukung Komisaris Jenderal Budi Gunawan membakar tumpukan keras di halaman Pengadilan Jakarta Selatan, Selasa (10/2/2015), di saat sidang praperadilan. Padahal, ketika diizinkan masuk ke lingkungan pengadilan, pihak kepolisian sudah meminta mereka melakukan aksi dengan tertib.

Pantauan Kompas.com, demonstran yang mengatasnamakan Ampera atau Aliansi Mahasiswa dan Pendukung Praperadilan awalnya berunjuk rasa di Jalan Ampera Raya. Unjuk rasa itu membuat lalu lintas macet sehingga polisi mempersilahkan mereka berunjuk rasa di halaman pengadilan, sekitar 15 meter dari ruang sidang.

Sekitar pukul 11.00 WIB, beberapa orang pengunjuk rasa mulai mengumpulkan kertas-kertas siaran pers. Kertas itu ditumpuk lalu dibakar. Asap dari pembakaran kertas itu sampai masuk ke dalam gedung pengadilan, meski tidak sampai masuk ke ruang sidang digelarnya praperadilan.

Kepala Bagian Operasional Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Siswono lalu mematikan api menggunakan sepatunya. Saat itu, para pengunjuk rasa meneriakan orasi mendukung calon kepala Polri tersebut. Beberapa di antaranya melompat-lompat.

Ulah demonstran tersebut tidak membuat kepolisian mengusir mereka ke luar area pengadilan. Polisi hanya menempatkan tiga lapis personel Sabhara di depan para pendukung Budi Gunawan itu.

Dalam dua sidang sebelumnya pada Senin (9/2/2015) dan Senin (2/2/2015), massa pendukung Budi juga dibiarkan masuk ke halaman pengadilan.

Kemarin, komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori yang hadir di PN Jaksel sudah mengimbau agar kepolisian melarang demonstran masuk ke lingkungan pengadilan karena dapat mengganggu jalannya sidang. (baca: KY Minta Demonstran Dilarang Dekati Ruang Sidang Praperadilan Budi Gunawan)

Sidang lanjutan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan hari ini mengagendakan pembuktian pihak Budi atas dalil-dalil praperadilan yang disampaikan dalam sidang, Senin (9/2/2015) kemarin. Hakim memberikan waktu dua hari, yakni Selasa dan Rabu untuk pembuktian.

Adapun, pembuktian kuasa hukum KPK baru akan digelar pada sidang Kamis (12/2/2015) dan Jumat (13/2/2015).

Tim pengacara Budi Gunawan menganggap penetapan kliennya sebagai tersangka gratifikasi oleh KPK merupakan bentuk intervensi terhadap keputusan Presiden. KPK telah melewati wewenangnya dalam pemilihan calon Kepala Polri. Akibatnya, proses pelantikan Budi sebagai Kepala Polri terhambat.

Sesuai dengan Pasal 38 Ayat 1 dan Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menurut tim pengacara, tugas dan wewenang KPK adalah penyelidikan dan penyidikan. Namun, dalam proses pemilihan Kepala Polri, KPK menyalahgunakan tugas dan wewenangnya dengan bersikukuh ikut dalam proses tersebut.

Menurut pihak Budi, penetapan tersangka Budi ketika masih menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri tidak tepat. Alasannya, pada posisi jabatan tersebut, Budi bukan termasuk aparat penegak hukum sehingga tak bisa dilakukan penyelidikan atau penyidik. Jabatan tersebut juga tak termasuk penyelenggara negara karena bukan bagian dari jabatan eselon I.

Penetapan tersangka Budi yang tanpa diawali pemanggilan dan permintaan keterangan secara resmi dianggap tindakan melanggar hukum. Pasal 5a UU Nomor 30 Tahun 2002 menyebutkan, untuk menjunjung ketentuan hukum, dua proses harus dilakukan dalam penyelidikan dan penyidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas KPKP DKI Jakarta Periksa 79.786 Hewan Kurban, Seluruhnya Dinyatakan Sehat

Dinas KPKP DKI Jakarta Periksa 79.786 Hewan Kurban, Seluruhnya Dinyatakan Sehat

Megapolitan
Bisa Cemari Lingkungan, Pengusaha Konfeksi di Tambora Diminta Tak Buang Limbah Sembarangan

Bisa Cemari Lingkungan, Pengusaha Konfeksi di Tambora Diminta Tak Buang Limbah Sembarangan

Megapolitan
Jusuf Kalla Persilakan Anies Maju Pilkada Jakarta 2024

Jusuf Kalla Persilakan Anies Maju Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Warga: Perbedaan Hal Biasa

Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Warga: Perbedaan Hal Biasa

Megapolitan
Anies-Sandiaga Tak Berencana Duet Kembali pada Pilkada Jakarta

Anies-Sandiaga Tak Berencana Duet Kembali pada Pilkada Jakarta

Megapolitan
Namanya Diusulkan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta 2024, Anies: Mengalir Saja, Santai...

Namanya Diusulkan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta 2024, Anies: Mengalir Saja, Santai...

Megapolitan
Akrab dengan Sandiaga Saat Nobar, Anies Sebut Tak Bahas Pilkada Jakarta 2024

Akrab dengan Sandiaga Saat Nobar, Anies Sebut Tak Bahas Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Momen Anies Salami Jusuf Kalla Sambil Membungkuk dan Hormat ke Sandiaga Sebelum Nobar Film 'Lafran'

Momen Anies Salami Jusuf Kalla Sambil Membungkuk dan Hormat ke Sandiaga Sebelum Nobar Film "Lafran"

Megapolitan
Pengelola Jakarta Fair 2024 Siapkan Area Parkir di JIExpo Kemayoran, Bisa Tampung Puluhan Ribu Kendaraan

Pengelola Jakarta Fair 2024 Siapkan Area Parkir di JIExpo Kemayoran, Bisa Tampung Puluhan Ribu Kendaraan

Megapolitan
Seekor Sapi Masuk ke Tol Jagorawi, Lalu Lintas Sempat Macet

Seekor Sapi Masuk ke Tol Jagorawi, Lalu Lintas Sempat Macet

Megapolitan
10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

10 Nama Usulan DPD PDI-P untuk Pilkada Jakarta: Anies, Ahok, dan Andika Perkasa

Megapolitan
Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Video Viral Bule Hina IKN Ternyata Direkam di Bogor

Megapolitan
Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com