"Saya lihat yang versi (Pemerintah Provinsi) DKI lebih rapi berupa PDF file, yang (versi) DPRD berupa excel file. Bagi kami, data scientist, melihat data langsung senang, tertarik, dan berpikir ini bisa diekstrak," kata Ainun, yang kini bermukim di Singapura, saat dihubungi via telepon, Rabu (4/3) lalu.
Berawal dari ketertarikan itu, Ainun dan sesama data scientist Pahlevi Fikri Auliya dan Ruly Achdiat Santabrata, serta beberapa orang yang memiliki latar belakang keilmuan serta ketertarikan serupa, berinisiatif mengolah RAPBD versi DPRD dan DKI agar mudah dibaca publik.
Berkat mereka, masyarakat luas kini bisa mengakses kedua versi RAPBD di rapbd-dki.kawalapbd.org. Mengikuti panduan di situs itu, warga tinggal memasukkan kata kunci kegiatan/mata anggaran yang ingin diketahui dan dibandingkan.
Tidak ada motif lain yang melatarbelakangi Ainun dan kawan-kawannya selain ingin membuka mata publik terhadap data atau dokumen yang menyangkut kepentingan bersama. Di tengah kesibukannya, Ainun memanfaatkan waktu luang di akhir pekan untuk menyempurnakan rapbd-dki.kawalapbd.org.
"Ini gawe bersama, kalau perlu seluruh Indonesia. Sengaja di-upload di Facebook biar kalau yang lain sedang longgar, bisa membantu menyempurnakan data ini, dibuat visualisasinya, agar publik makin gampang mengaksesnya," tambah Ainun.
Tidak bisa intervensi
Jika Ainun menggebu ingin membantu masyarakat tahu "dalamannya" RAPBD, Henny S Widyaningsih dari Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia bidang sosialisasi dan advokasi justru mengingatkan perlunya memahami kedudukan data RAPBD itu. Henny mengatakan, KIP tidak berhak menyatakan RAPBD DKI Jakarta tahun 2015 adalah dokumen publik atau bukan.
"Selama masih rancangan, yang menentukan rahasia atau tidak sebuah dokumen adalah pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) yang ada di setiap instansi, termasuk pemerintah provinsi dan DPRD," kata Henny, Senin (9/3).
Prosedurnya, tambah Henny, PPID memiliki hak untuk uji konsekuensi terhadap dokumen tersebut. Dari hasil uji konsekuensi dan selama tidak tersangkut pada Pasal 17 Ayat (a) hingga (j) pada Bab V tentang Informasi yang Dikecualikan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, baru bisa ditentukan dokumen terbuka untuk publik.
KIP tidak bisa intervensi terhadap sebuah dokumen yang belum disahkan. Namun, berbeda jika dokumen yang sudah disahkan dan dijalankan. Melalui KIP, masyarakat, misalnya, bisa meminta laporan keuangan resmi dari pelaksanaan program APBD DKI tahun 2014 ke badan publik yang bersangkutan.
Budi Santoso, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bagian penyelesaian laporan/pengaduan, mengatakan, ORI tidak mungkin ikut campur dalam kekisruhan RAPBD DKI. Berbeda jika ada pengaduan masyarakat karena terganggunya layanan publik akibat kekisruhan itu.
Ditiru daerah lain
Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (6/3), menegaskan, kisruh RAPBD DKI 2015 dilatarbelakangi adanya kepentingan DPRD yang tidak diakomodasi Pemprov DKI.
Menurut Ade, dugaan penambahan mata anggaran atau dana siluman, yang disebut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama senilai Rp 12,1 triliun, merupakan indikasi adanya penyalahgunaan anggaran.