Pedagang mengaku mesti mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk menerima program yang disebut berasal dari Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) Kelurahan Pisangan Timur ini.
Oknum LMK yang dimaksud bernama Mulyadi alias Deden. Terkait hal ini Deden mengakui bahwa jajarannya memang meminta pedagang untuk mengganti lapak dengan yang lebih baik. Dia mengakui adanya biaya yang mesti dikeluarkan pedagang.
Tetapi, jumlahnya tidak sampai jutaan rupiah. "Enggak ada sampai Rp 2,2 juta itu. Orang cuma Rp 1,1 juta. Itu juga diambil dari kas pedagang," kata Deden, usai mediasi di kantor Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (17/3/2015).
Deden mengatakan, biaya Rp 1,1 juta itu dapat dicicil oleh pedagang selama lima tahun atau dibayar lunas. Tiap bulan Rp 20.000. Menurut Deden, dia tidak melakukan paksaan terhadap pedagang. [Baca: Pengadaan Meja dan Tenda, PKL Pasar Enjo Mengaku Dipaksa Bayar Jutaan Rupiah]
Namun, dia mengakui menerapkan standar agar pedagang mengganti jualannya dengan meja dan tenda besi, yang ada ketentuannya. Alasan Deden, warga RW 02 di wilayahnya tak ingin PKL jadi kumuh dengan lapak sederhana.
Ia mengaku mempersilakan PKL bisa memesan sendiri meja di bengkel yang ada di luar. Gagasan lembaganya mengenai tenda dan meja besi itu juga mewakili suara pedagang. [Baca:
Oknum LMK Diduga Ancam PKL Pasar Enjo]
Hal ini berseberangan dengan pengakuan PKL yang merasa tidak pernah dilibatkan. "Jadi saya pegang surat kuasa dari pedagang untuk menyusun dan menegakkan tata tertib di lingkungan juga dapat mandat dari LMK untuk kita benahi pasar. Pedagang kalau keberatan, ya keberatan. Mereka maunya jorok. Tetapi masyarakat saya kan maunya bersih," ujarnya mengatasnamakan warga setempat.
Saat ini tenda bagi sekitar 203 PKL tersebut sudah dipasang. Panjangnya sekitar 210 meter. Hanya meja saja yang belum seluruhnya dimiliki pedagang. Ia menolak menyebutkan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan tenda dan meja tersebut.
"Itu dari uang kas pedagang selama lima tahun," ujar Deden. Lantas apakah LMK punya kewenangan untuk menata PKL, dan mengapa tidak melalui Sudin Usaha Mikro Kecil dan Menengah?
"Itu kan lingkungan saya. Pengennya kita sih begitu melalui Sudin (UMKM). Tetapi kalau melalui sudin menunggu berapa lama lagi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.